Gresik, suara-publik.com - Ditengah Pemerintah menggalakan program bebas KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme), Namun Hal itu tidak berlaku lagi bagi Kepala Desa Munggugebang, Kecamatan Benjeng, Kabupaten Gresik. Diduga penuh dengan campur tangan dan permainan (Nepotisme) dalam pengangkatan perangkat desa jabatan Kaur Pemerintahan.
Pelantikan perangkat desa dilakukan secara aneh bahkan menjadi satu-satunya di indonesia yang melakukan pelantikan di luar daerah tepatnya di pelataran gudang romokalisari Surabaya.
Banyak pihak yang menuding pelantikan tersebut telah melanggar PERATURAN BUPATI GRESIK NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENJARINGAN, PENYARINGAN, PENGANGKATAN, DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA bagian kelima pasal 30 ayat 3 yang berbunyi, pengambilan sumpah / janji dan pelantikan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diselenggarakan di balai desa atau tempat lain di Desa setempat.
Pakar Hukum Pidana Unair, I Wayan Titib Sulaksana menyayangkan tindakan Panitia maupun Kepala Desa yang tidak sabar menunggu hasil pemeriksaan dari inspektorat dan melakukan pelantikan di luar wilayah daerah. "Tdk bisa, ini pelanggaran administrasi tentang tata cara pemilihan perangkat desa yang didasarkan pada perda, bisa dibatalkan oleh putusan PTUN." Ungkap Wayan.
"Dadi perangkat "Ndeso" dengan cara curang, tdk jujur, bersaing dengan cara sesat, lha kalau terpilih, bisakah bekerja sebagai pelayan masyarakat desa dengan baik dan benar? Kades dan perangkatnya adalah "abdi" masyarakat desa, sadarlah memikul "amanah" rakyat," tambahnya.
Seleksi perangkat desa, Desa Munggugebang sendiri diikuti 3 peserta, sesuai tahapan yang dilalui akhirnya terpilih Suparno meski berbekal Ijazah kejar paket C namun bisa meraih nilai sempurna 100 mengalahkan wildan, alumni Unair yang hanya mendapat nilai 68.
Dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme. Nepotisme sendiri adalah setiap perbuatan penyelenggara secara melawan hukum yang menguntungkan keluarganya dan/atau kroninya diatas Kepentingan Masyarakat, Bangsa, Dan Negara.
Adapun sanksi pelaku Nepotisme sendiri menurut Pasal 22 Undang Undang Nomor 28 Tahun 1999, setiap Penyelenggara Negara yang melakukan Nepotisme akan mendapatkan sanksi berupa pidana penjara minimal 2 tahun dan maksimal 12 tahun atau denda minimal Rp 200 juta (Dua Ratus Juta Rupiah) dan Maksimal Rp 1 Miliar (Satu Miliar Rupiah).
Hal Sama Juga diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Tentang Desa Pasal 29. A. Kepala Desa dilarang merugikan kepentingan umum.
B. Membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain dan/atau golongan tertentu.
C. Menyalahgunakan wewenang, tugas, hak dan/atau golongan.
D. Melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan tertentu.
E. Melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat desa.
F. Melakukan Korupsi, Kolusi, Nepotisme menerima uang, barang, dan/atau dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukan.
G. Menjadi pengurus Parpol.
H. Menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang.
I. Merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota BPD, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi maupun Kota/Kabupaten dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundang undangan.
J. Ikut serta dalam kampanye Pemilu dan/atau Pilkada.
K. Melanggar sumpah/janji jabatan dan L. Meninggalkan tugas selama 30 (tiga puluh) hari lerja berturut turut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggung jawabkan.(TIM PANTURA IMAM)
Editor : Redaksi