suara-publik.com skyscraper
suara-publik.com skyscraper

Tipu Mantan Gubernur Jatim Imam Oetomo Sebesar Rp 8 M, Fajar S dan Hadi S Dihukum 16 Bulan Penjara

avatar suara-publik.com
Foto atas: Kedua Terdakwa saat mendengar putusan hakim Secara online. Foto bawah: Suasana sidang di PN. Surabaya
Foto atas: Kedua Terdakwa saat mendengar putusan hakim Secara online. Foto bawah: Suasana sidang di PN. Surabaya
suara-publik.com leaderboard

Surabaya, suara-publik.com - Fadjar Setiawan dan Hadi Suwanto dihukum selama 1 tahun dan 4 bulan penjara. Kedua terdakwa dinyatakan terbukti bersalah melakukan penipuan bisnis batubara senilai 8 miliar milik Imam Utomo, mantan Gubernur Jawa Timur.

Penipuan itu dijalankan kedua terdakwa dengan modus akan diinvestasikan untuk mengelola tambang batu bara di Barito, Kalimantan Tengah. Untuk memuluskan aksinya, dijanjikan fee kepada pemodal setiap kali penambangan. Selain itu juga Hadi menjaminkan rumah di Rungkut agar lebih meyakinkan calon kongsinya. 

100%100%

"Mengadili, menyatakan para terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 378 KUHP," tutur Ketua Majelis Hakim Ketut Tirta saat membacakan amar putusannya di PN Surabaya, Kamis (30/09/2021).

Dalam pertimbangannya, adapun hal yang memberatkan atas putusan tersebut, perbuatan terdakwa telah merugikan Imam Utomo sebesar Rp 8 miliar dan telah menikmati hasil perbuatannya."Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan, berterus terang dan belum pernah dihukum," kata Ketut Tirta.

Atas putusan tersebut, kedua terdakwa yang didampingi penasihat hukumnya, menyatakan pikir-pikir. Demikian pula Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darmawati Lahang menyatakan hal yang sama."Pikir-pikir Yang Mulia," ucap Darmawati Lahang. 

Pada sidang sebelumnya, JPU menuntut para terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan. 

Terpisah, Robert Simangunsong, Kuasa Hukum Imam Utomo ( Mantan Gubernur Jawa Timur), ketika dikonfirmasi terkait tanggapannya atas putusan majelis hakim menyampaikan bahwa putusan tersebut sudah mencerminkan penegakan hukum bagi kliennya. 

"Sudah sangat sesuai. Karena sebelum tuntutan Hadi dan Fajar juga sudah meminta maaf kepada Pak Imam," ucap Robert saat dihubungi via WhatsApp.

Robert berharap, dengan putusan tersebut kedua terdakwa dapat merenungi kembali perbuatannya."Bila sudah selesai menjalani hukuman tidak melakukan perbuatan yang sama kepada siapapun," tandasnya. 

Dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darmawati Lahang dijelaskan, Fadjar bersama Mujiono Moekmin Putra dari PT Antang Patahu Meaning (APM) datang ke rumah Purwanto, direktur PT Kapuas Jambrud Sejahtera (KJS) di Gayungsari pada 2017 lalu.

Keduanya mengaku punya tambang batu bara di lahan PT Berkala International (BI) di Barito. Mereka menawari PT KJS sebagai pendananya. Purwanto lantas menyampaikan tawaran itu ke Imam selaku komisaris PT KJS. 

Mujiono dan Fadjar lalu bertemu Imam untuk menawarkan kerja sama itu. Bahkan, Fadjar meyakinkan telah menguasai proyek dan tambang di lahan tersebut dengan menunjukkan bukti dua surat keputusan (SK) Bupati Barito Timur yang masing-masing tentang kelayakan lingkungan hidup kegiatan penambangan batu bara dan izin usaha penambangan operasi produksi. 

Mendengar penjelasan terdakwa Fadjar, saksi Imam Utomo tertarik bekerjasama tetapi PT KJS tidak memiliki dana yang diminta terdakwa sebesar Rp 8,8 miliar.

Ketertarikan Imam berlanjut dengan meminta bantuan modal kepada Soedono Margono, bos Kapal Api. Soedono akhirnya bersedia memodali Rp 8 miliar melalui Franky Husein, direktur PT Kreasi Energi Alam (KEA). Mereka sepakat bahwa nantinya penjualan hasil tambang batu bara akan diprioritaskan ke PT KEA. Sedangkan PT KJS akan diberikan fee Rp 30.000 per metrik ton (MT). 

Untuk meyakinkan, Imam lalu minta jaminan kepada Fadjar untuk pencairan modal. Fadjar kemudian mengajak Hadi sebagai pihak penjamin. Hadi menjaminkan dua unit rumah di Rungkut. Namun, sertifikatnya masih di notaris karena dalam proses balik nama dari pemilik lama ke Hadi. Setelah itu, mereka membuat perjanjian kerjasama bisnis di hadapan notaris. Pihak pertama Mujiono sebagai pengelola tambang, Imam sebagi pemodal dan Hadi sebagai penjamin.

Notaris sempat menolak membuatkan akta perjanjian karena PT APM belum berbadan hukum. Akhirnya disepakati perjanjian atas nama perorangan, bukan atas nama perusahaan. Imam sempat meminta anak buahnya mengecek tambang ke lokasi. Setelah mendapatkan informasi tambang memang benar ada, Imam mentransfer Rp 8 miliar secara bertahap hingga lima kali ke rekening Fadjar. 

Namun, uang itu dibagi oleh Fadjar ke Purwanto Rp 700 juta dan ke Hadi Rp 4,55 miliar. Sisanya Rp 2,75 miliar digunakan untuk operasional penambangan. Fadjar berharap hasil penambangan batu bara bisa diberikan ke Imam. Kenyataannya, penambangan tidak berjalan dan operasionalnya berhenti. Akibatnya, Imam merugi Rp 8 miliar.(Sam)

Editor : Redaksi

suara-publik.com skyscraper