GRESIK, (suara-publik.com) – Saat tim melayangkan surat konfirmasi kepada Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Gresik terkait dugaan mark-up harga kain pada pengadaan kain seragam sekolah siswa SD tahun anggaran 2024 pada Senin, (02/06/2025), Kepala Dinas Pendidikan Gresik sedang melaksanakan naik haji di Mekah Arab Saudi.
Poin pertanyaan seputar keputusan Disdik Gresik yang mematok harga kain seragam sekolah siswa SD (merah putih dan pramuka) diangka yang terbilang fantastis, terutama jika dibanding harga yang dipatok Kabupaten/Kota lain di Jawa Timur.
Kenapa dibandingkan dengan harga Kabupaten/Kota lain? Karena selain pengadaan dilakukan pada tahun yang sama, spek kain juga dipastikan tidak beda dari daerah lain.
Tingginya tarif kain dibanding daerah lain padahal spek sama itu, cukup memantik rasa ingin tahu apa sebenarnya dasar yang dipakai Disdik Gresik dalam menetapkan harga.
Terhadap pertanyaan ini, pada Kamis (5/6/2025), Kepala Dinas Pendidikan Gresik melalui pesan whatsapp menegaskan bahwa dirinya sedang menjalankan ibadah haji. Ia pun menolak memberikan keterangan.
Sementara, pada hari yang sama, Kepala Bidang Pendidikan Dasar Disdik Gresik melempar penegasan melalui pesan whatsapp, bahwa kegiatan pengadaan kain seragam sekolah Siwa SD tahun 2024 sudah sesuai dengan ketentuan Perpres 12 Tahun 2021.
“Untuk Pengadaan kain Seragam diatas sesuai dg Perpres 12 th 2021 pasal 50 proses pengadaan bisa menggunakan proses metode e-purchasing dg memperhatikan referensi harga pada E-Katalog yg sesuai dg spesifikasi yg dibutuhkan dan tidak melebihi pagu anggaran, “begitu bunyi kalimat Kabid Dikdas Disdik Gresik, Kamis (5/6), sekira pukul 12.25.
Ditambahkan Kabid Disdak, bahwa soal penetapan harga kain, antara daerah yang satu dengan yang lain tidak bisa diperbandingkan. Sebab, itu menyangkut kewilayahan yang berbeda.
Untuk Gresik, tuturnya, yang pasti harga yang dipatok didasarkan pada referensi harga yang muncul pada etalase katalog. Hanya saja, referensi seperti apa yang dimaksud hingga muncul tarif Rp 130 ribu, itu sama sekali tidak dijelaskan.
Terkait hal ini, Ketua LSM FKMS (Forum Komunikasi Masyarakat Sipil), Sutikno, menegaskan bahwa apa yang disebut Kabid Dikdas soal referensi katalog itu sama sekali tidak salah.
Namun, lanjut alumnus ITS Surabaya ini, jika hasil akhir dari olah referensi masih memicu potensi kemahalan harga, maka diduga kuat ada yang salah dengan cara membaca referensi katalog.
“Saya hanya mau bilang, bahwa jika pelaksanaan katalog masih berujung kemahalan harga atau gara-gara katalog harga jadi mahal, maka sebaiknya pengadaan secara katalog (epurchasing) dibubarkan saja, “protesnya.
Kalimat itu sengaja ia lontarkan untuk mengkritisi kinerja PPK. Menurutnya, selain mengacu referensi katalog, seorang PPK juga dituntut mengumpulkan referensi dari berbagai lini pasar, dan itu dilakukan pemantauan secara ketat dari waktu ke waktu.
“Jangan kemudian sebotol aqua dibeli Rp 5 ribu gara-gara bandrol katalog tertera Rp 10 ribu. Padahal di pasar umum harganya cuma Rp 3 ribu. Kalau begini cara mainnya ya bangkrut keuangan negara,“ tegasnya.
Seharusnya, sebelum melakukan pembelian aqua, tutur Suktino, seorang PPK harus tahu harga pasar yang didasarkan pada survey yang ketat. Sehingga berapa pun bandrol katalog, dia tetap berteguh pada harga pasar.
“Maka pertanyaannya, berapa harga kain polyester yang dipatok PKK sebelum ditambah keuntungan dan pajak? Benarkah dia sudah melakukan survey harga dengan ketat? “ujar Sutikno yang melaporkan Gubernur Khofifah ke KPK ini. (Dre)
Editor : suarapublik