Laporan : Edo situbondo
SITUBONDO, (Suara publik.com) Sejumlah wartawan saat melakukan peliputan Kasus Penyerobotan Lahan tambak 13 hektar Dari Ruang Sidang PN (Pengadilan negeri Situbondo) kemarin mendapat perlakuan yang tidak mengenakan ketika oknum Hakim PN Situbondo Toetik Ernawati SH,MH, mengusir wartawan.
Terkait ulah Hakim Toetik Ernawati tersebut, mendapat kecaman dari beberapa kalangan di Situbondo. Padahal, sebelumnya sejumlah wartawan tersebut sudah meminta ijin untuk melakukan peliputan pada resepsionis di pengadilan negeri Situbondo (PN), dan menyerahkan id card khusus dari PN.
"Padahal kami baru masuk dan akan duduk. Belum mengambil kamera. eh.. Si Hakim langsung menegur dan ngusir. Dia tidak memperbolehkan melakukan peliputan. kita punya hak untuk meliput loh... Apalagi sidang ini sidang ini terbuka untuk umum,”Ujar Zainullah wartawan Media Cetak Pojok Kiri Situbondo , Kamis 29/11/2018).
Sementara Hery Sampurno Hery Humas Ikatan Jurnalis TV Tapal Kuda menyatakan, tidak hanya kecewa, tapi dia juga sangat menyayangkan perlakuan oknum Hakim Pengadilan Negeri Situbondo yang bersikap sok-sokan terhadap awak media yang hendak melakukan peliputan.
Menurutnya, Hakim tersebut dinilai gagal paham tentang UU kebebasan pers. Bahkan terkesan alergi Pers. Hakim Toetik diminta untuk belajar UU, termasuk UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. "Tindakan tersebut merupakan sebuah pelecehan terhadap profesi wartawan. Wartawan bukan Monster Kenapa harus diusir, dan kami tidak mau lagi mendengar pengusiran terhadap wartawan loh.. apa - apaan sudah jelas Undang - Undang kebebasan pers, dia seorang hakim apa gagal paham ya,"kesalnya.
Menurutnya, senyampang wartawan yang hendak melakukan peliputan di manapun itu hak dan kewajiban wartawan untuk tugas mengambil gambar, menulis, wawancara, masih menggunakan, kata dia, etika. Pihak manapun jangan sampai menghalang -halangi atau dihalang halangi oleh pihak manapun.
"Tindakan seperti itu bisa dikenakan Undang-undang 40 tahun 1999 tentang pers, karena telah menghalang-halangi tugas dan profesi wartawan," ujarnya.
Ditambahkan oleh Hery Sampurno, jika Jurnalis sudah memahami kode etik pers apalagi ada hal-hal yang bersifat kepentingan persidangan Harusnya Ketua Majelis Hakim atau ketua PN mengajak kami berkomunikasi secara humanis bukan merintah wartawan harus ijin dulu terhadap dirinya.
Meski Sidang dibuka untuk umum, Hery meminta oknum Ketua Hakim PN Situbondo segera meminta maaf terhadap insan media.
Tidak hanya dari insan pers yang mengecam tindakan oknum Hakim, tapi kritikan juga datang dari Dafid Seorang aktifis LSM Penjara menilai ketua hakim PN Situbondo tidak mengindahkan Undang -undang PERS, dan apa yang di katakan sebagai Seorang Ketua Majelis Hakim PN tersebut tidak etis dan itu adalah arogan.
Oleh sebab itu Pihak Pengadilan Negeri segera melakukan konferensi Pers untu meminta maaf terhadap media. Namun, bila pihak PN tidak mau meminta maaf pihaknya mengancam akan melakukan aksi demo bersama sejumlah wartawan ke kantor PN Situbondo.
"Apa karena dia hakim mau mentang-mentang, mau menghakimi wartawan yang mau liputan. mau mengatur wartawan , la wong Wartawan sudah di atur dan di lindungi undang-undang, kalu emang ada hakim terkesan arogan sikat jangan takut, jajal aja dengan konfirmasi kaku perlu laporkan aja ke dewan pers, kalu enggan mau minta maaf lembaga LSM penjara dan sejumlah wartawan akan melakukan demo " tekan Dafid.
Terpisah Ketua PN Toetik saat di konfirmasi mengelak atas pengusiran kepada sejumlah wartawan, ia berdalih apa yang terjadi sebelum sidang dimulai hanya merupakan miskomunikasi semata. “Sebenarnya kami tidak pernah mempersulit rekan – rekan media dalam peliputan, hanya mis saja. Lah kok rekan -rekan wartawan langsung keluar ruangan, saya persilahkan untuk masuk juga tidak mau, intinya tidak ada masalah kok, "dalihnya.
Editor : Redaksi