Laporan: Fery Sinaga.
Depok, Suara Publik - Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMA dan SMK Negeri di Kota Depok tahun 2019 memang sudah selesai. Namun demikian, pendaftaran online yang dilaksanakan secara serentak pada tanggal 17 - 22 Juni 2019 itu ternyata menyisakan banyak tanda tanya bagi para orang tua dan calon siswa yang gagal diterima.
HS misalnya. Orang tua dari calon siswa yang gagal masuk melalui jalur zonasi kombinasi itu mengaku bahwa ada yang janggal dari pelaksanaan PPDB di SMAN 8 Depok. Menurut HS, pada saat akan mendaftarkan anaknya ke SMAN 8 Depok, ia tidak paham harus memilih jalur zonasi yang mana (zonasi jarak, zonasi kombinasi dan zonasi KETM).
Setelah anaknya tersingkir dari persaingan, HS baru sadar bahwa ia salah dalam menentukan jalur. "Pada saat akan mendaftar, saya diberi kertas antrian dan diarahkan melalui jalur kombinasi. Karena tidak tahu, saya ikutin saja arahan dari petugas di sekolah itu", ujar HS kepada wartawan.
HS mengungkapkan bahwa anaknya gagal masuk ke SMAN 8 Depok karena salah memilih jalur, yakni zonasi kombinasi. "Meskipun jarak dari rumah ke sekolah hanya 700 meter, tetapi karena nilai ujian anak saya rendah, makanya tersingkir dari persaingan zonasi kombinasi", pungkas HS sedih.
100%
Quota Penerimaan Selain banyaknya orang tua dan calon siswa yang belum memahami aturan baru terkait zonasi penerimaan pada tahun ini, ada juga kejanggalan yang terjadi di SMAN 8 Depok.
Berdasarkan data dan penelusuran wartawan, dugaan kecurangan dan manipulasi jumlah kuota penerimaan siswa nampaknya sengaja dilakukan oleh pihak sekolah. Bagaimana tidak. Dari situs resmi PPDB Jawa Barat tahun 2019, terlihat bahwa SMAN 8 Depok "mematok" quota penerimaan siswa sebanyak 238 orang.
Padahal kenyataan dilapangan, sekolah yang berlokasi di Jl. M. Nasir No. 84 Cilodong Depok Jawa Barat itu mempunyai setidaknya 11 kelas atau rombongan belajar (Rombel) yang masing-masing kelasnya terdiri dari 36 orang siswa (Data rombel tahun 2018, red) Artinya, SMAN 8 Depok seharusnya menerima sebanyak 396 siswa (11 rombel x 36 siswa), bukan 238 siswa seperti yang terlihat di website PPDB Jawa Barat.
Hal ini tentu saja menimbulkan banyak pertanyaan dan dugaan bahwa SMAN 8 Depok sengaja menyembunyikan 158 kuota siswa yang disinyalir akan diperjualbelikan.
Menanggapi hal ini, Wakil Kepala Sekolah bidang kesiswaan di SMA Negeri 8 Kota Depok, Sugiarto membantah. Melalui pesan singkat WhatsApp, Sugi (Sapaan akrab Sugiarto) mengatakan bahwa informasi tersebut tidaklah benar. Bahkan orang kepercayaan yang selalu diandalkan dalam setiap proses PPDB di SMAN 8 Kota Depok itu mengatakan bahwa tidak ada ruang kelas untuk dapat menampung kelebihan jumlah siswa seperti yang disebutkan diatas. "Itu hoax kabar dari mana itu, lagi pula kita ngga ada kelasnya", jawab Sugi melalui pesan singkat WhatsApp.
Pungli Berkedok Sumbangan Informasi lain yang didapat juga mengatakan bahwa SMAN 8 Depok meminta uang sumbangan sebesar Rp 8 juta kepada siswa yang baru diterima pada PPDB tahun 2019 ini. Bahkan, pungutan liar (Pungli) berkedok sumbangan itu jumlahnya jauh lebih besar jika dibandingkan dengan pungutan yang dilakukan pada PPDB tahun sebelumnya (2018, red). "Tahun ini keponakan saya masuk di SMAN 8 melalui jalur online (Murni), tetapi tetap saja diminta bayar Rp 8 juta sama sekolah. Itu gimana sih ?", ujar DW, salah seorang wali dari siswa yang masuk melalui jalur zonasi jarak, Minggu (7/7/2019).
DW mengungkapkan bahwa keponakannya itu merupakan anak yatim. Saat ini anak yang akan bersekolah di SMAN 8 Depok itu tinggal bersama kakaknya yang hanya bekerja serabutan. "Anak itu mana punya uang Rp 8 juta untuk bayar sumbangan seperti yang diminta pihak sekolah. Kondisi kakaknya saja hanya bekerja serabutan dan sehari-harinya hanya cukup untuk makan seadanya", lanjut DW menceritakan.
Terpisah, salah seorang wali murid yang anaknya diterima di SMAN 8 Depok juga mengungkapkan ihwal dana sumbangan sebesar Rp 8 juta yang diminta oleh pihak SMAN 8 Depok. Sumber yang enggan disebutkan namanya itu mengungkapkan, dana sumbangan sebesar Rp 8 juta yang dibebankan kepada siswa baru di SMAN 8 adalah untuk pembayaran gaji guru honor.
"Kemarin sih waktu saya ke SMAN 8, mereka (pihak sekolah, red) mengatakan bahwa tahun ini ada sumbangan untuk bantu bayar gaji guru honor yang mengajar di sana", ungkap salah seorang wali murid yang enggan disebutkan namanya.
Sebagai informasi, pada PPDB tahun 2018 lalu, SMAN 8 Depok diketahui melakukan pungutan sebesar Rp 6,5 juta - Rp 8 juta kepada orang tua siswa yang anaknya diterima di sekolah tersebut. Pungutan uang sebesar itu dilakukan pihak sekolah dengan dalih untuk pembangunan ruang kelas baru. Sementara pada tahun 2019 ini, SMAN 8 Depok kembali melakukan pungutan tetapi dalih yang digunakan adalah untuk pembayaran gaji guru honor yang mengajar di sekolah tersebut.
Sayangnya, hingga berita ini dimuat, belum ada tanggapan resmi dari pihak SMAN 8 Depok terkait dugaan pungli berkedok sumbangan tersebut.
Kepala Sekolah SMAN 8 Depok, Nurlaeli yang dikonfirmasi melalui telepon selulernya pun tak pernah memberikan respon dan jawaban. Sejumlah wartawan di Kota Depok pun mengaku susah menemui kepala sekolah yang satu ini karena jarang berada di sekolah. (Ferry Sinaga)
Editor : Redaksi