Surabaya, suarapublik.com - Sidang perkara rekayasa faktur pajak pemberitahuan pajak tambahan nilai, oleh PT.Antartika Transindo, sehingga merugikan pada pendapatan negara berupa Pajak (PPn) sebesar Rp 1,9 Miliar, dengan terdakwa Alfis Indra , diruang Candra PN.Surabaya, secara online.
Majelis Hakim yang diketuai Johanis Hehamony menolak eksepsi yang diberikan penasihat hukum terdakwa. Karena itu, mejelis hakim meminta agar perkara yang dilakukan oleh Alfis Indra dilanjutkan. Serta masuk dalam pokok perkara.
“Majelis hakim menolak seluruhnya eksepsi yang diberikan terdakwa. Karena itu, perkara ini akan tetap dilanjutkan,” kata hakim Johanis saat membacakan putusan sela, di ruang Candra, Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (27/09/2021).
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nur Rahmansyah dalam persidangan selanjutnya akan menghadirkan saksi dari Kanwil Pajak. “Saksi nanti akan menjelaskan semua. Tapi, nanti akan kami buktikan semua dakwaan itu dalam persidangan,” katanya usai persidangan.
Dalam waktu berbeda, penasihat hukum terdakwa Yusuf Efendi mengatakan, tidak semua yang ditulis dalam dakwaan jaksa itu benar. Ada beberapa sudah direvisi. Tapi tidak ditulis dalam dakwaan. Awalnya memang benar jumlahnya semua Rp 1,9 miliar. Tapi setelah direvisi, tidak sampai segitu lagi,” ungkapnya.
Alfis Indra selaku Direktur PT.Antartika Transindo jalan Ngagel no.167 Surabaya, Memiliki NPWP di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Surabaya Wonocolo sejak 6 Mei 1997, sebagai Perusahaan kena pajak.
Perusahaan bergerak dibidang usaha Forwarding jasa transportasi barang antar pulau, jenis pajak PT.Antartika Transindo adalah PPh dan PPn.Dengan Kegiatan usaha proses konsumen meminta jasa dari PT. Antartika Transindo untuk pengiriman barang, bila tidak cukup modal, di sub. kontrakan kepada pihak lain.
Terdakwa wajib melaporkan transaksi penyerahan jasa setiap tahun dalam Surat Pemberitahuan Pajak Pertambahan Nilai (SPT PPN)di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Wonocolo.Laporan wajib pajak dikerjakan staf terdakwa, saksi Shany Yomoginta, terdakwa memberikan data faktur masuk dan ditanda tangani.
Dari laporan pajak tambahan nilai, PT.AT tahun 2011 sampai 2013, terdakwa melaporkan Pajak Masukan dari PT. Oasis Jaya Abadi, PT. Arthamas Tumpuan Perkasa, PT. Rama Sejahtera Abadi, PT. Andini Dido Khatulistiwa, CV. Artha Surya Anugrah.
Yang tidak pernah ada transaksi jasa dengan perusahaannya.
Dengan maksud memperkecil penambahan nilai pajak yang seharusnya disetorkan ke kas Negara, melalui Bank Persepsi, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang disetorkan adalah merupakan selisih pajak keluaran dan pajak masukan.
Faktur- faktur pajak masukan yang diterbitkan dari kelima perusahaan tersebut adalah faktur pajak tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya.
Terdakwa menyuruh saksi Herman membeli faktur pajak masukan dari perusahaan lain melalui makelar Faktur Pajak.
Saksi Herman membeli Faktur Pajak dengan harga 30% dari nilai PPN yang dibayarkan secara tunai , uang dari terdakwa , untuk mendapat keuntungan lebih.
Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PT. Oasis Jaya Abadi, PT. Arthamas Tumpuan Perkasa, PT. Rama Sejahtera Abadi, PT. Andini Dido Khatulistiwa, CV. Artha Surya Anugrah, merupakan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya (TBTS).
Akibat perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang kurang dibayar untuk masa pajak Januari 2011 sampai dengan Desember 2013, sebesar Rp. 1.956.772.850,-.
Perbuatan terdakwa, diancam pidana dalam Pasal 39A huruf a Undang-Undang (UU) RI Nomor 6/1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU RI nomor 16/2009 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 5/2008. Tentang perubahan keempat atas UU RI Nomor 6/1983. Tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.(Sam)
Editor : Redaksi