suara-publik.com skyscraper
suara-publik.com skyscraper

PT Bebaskan Terdakwa Kho Handoyo, Elanda Sujono Bersurat Ke Menko Polhukam

avatar suara-publik.com
Foto: Korban, Erlanda Sujono.
Foto: Korban, Erlanda Sujono.
suara-publik.com leaderboard
Surabaya, suara publik - Kho Handoyo Santoso, diam-diam diputus lepas dari tuntutan hukum (Ontslaag van alle recht vervolging), oleh majelis hakim yang diketuai H. Edy Tjahyono, SH.,M.hum.

Akibatnya, terdakwa dalam kasus penipuan jual beli rumah mewah sebesar Rp 5,2 miliar itu, kini bisa menghirup udara bebas. 

Padahal, pada tingkat pertama Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kho Handoyo divonis 4 tahun penjara. Dalam sidang putusan pada Kamis (09/09/2022) lalu, majelis hakim yang diketuai Sutarno menyatakan, bahwa seluruh unsur pidana sebagaimana dalam dakwaan ketiga penuntut umum, yakni pasal 378 tentang penipuan telah terbukti dilakukan Kho Handoyo. 

Putusan Ontslaag yang dijatuhkan kepada Kho Handoyo itu tercatat dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Surabaya, dengan nomer putusan banding 1044/PID/2022/PT SBY.

Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan perbuatan yang didakwakan kepada Kho Handoyo telah terbukti. Akan tetapi perbuatan tersebut tidak merupakan tindak pidana, melainkan dalam lingkup hukum perdata. 

"Melepaskan terdakwa dalam segala tuntutan hukum (ontslaag van alle recht vervolging). Memerintahkan agar terdakwa dikeluarkan dari rumah tahanan negara," bunyi putusan majelis hakim PT pada Selasa (15/12/2022) dikutip dari SIPP PN Surabaya.

Sementara untuk pertimbangannya, bahwa sampai dengan perkara ini diputus ternyata penuntut umum tidak menyerahkan memori banding dan kontra memori banding.

Jaksa dalam perkara ini, Darmawati Lahang, ketika dikonfirmasi terkait putusan putusan banding itu menegaskan akan mengajukan upaya hukum berupa kasasi.

"Iya putusannya Ontslaag. Atas putusan itu saya ajukan Kasasi, " tutur Jaksa dari Kejaksaan Tinggi Jatim itu. 

Terhadap putusan Ontslaag itu, Yance Leonard Sally, SH, pengacara korban Elanda Sujono menyampaikan bahwa putusan banding yang menyebutkan perbuatan terdakwa masuk ranah perdata, sangat "bertolak belakang" dengan hasil putusan pada tingkat pertama.

"Pada persidangan tingkat pertama di PN Surabaya jelas-jelas terbukti bersalah melakukan tindak pidana berdasarkan keterangan para saksi dan alat bukti yang diajukan. Hal ini dapat dilihat terbukti di dalam persidangan adanya niat (mens rea) dan perbuatan jahat (actus reus)," kata Yance. 

Sehingga menurut Yance, unsur kesengajaan dari terdakwa itu terpenuhi. Dia meminta agar jangan mudah menyimpulkan adanya perjanjian pasti itu masuk ranah perdata. Dia menyatakan lihat dulu motifnya bagaimana.

"Silakan cek saja, sebelumnya terdakwa itu pernah menggugat perdata klien kami (Elanda), dengan nomer perkara 926/Pdt.G/2019/PN.Sby, Jo. NOMOR : 599/PDT/2020/PT SBY. Terdakwa akhirnya kalah. Justru dalam gugatan rekonvensi ( gugatan balik ), klien kami yang dimenangkan. Dan putusan perdatanya pun sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht)," bebernya. 

Atas putusan banding yang merugikan itu, Yance menegaskan bahwa kliennya telah berkirim surat kepada pihak-pihak terkait untuk melaporkan putusan yang dinilai jauh dari rasa keadilan tersebut. 

"Terkait dengan surat yang dikirimkan klien kami ke beberapa instansi terkait yaitu Ketua MA, BAWAS MA, Komisi Yudisial, Kejagung, Menko Polhukam, Mahfud MD serta beberapa instansi lainnya. Itu merupakan hak dari klien kami sebagai ungkapan kekecewaan terhadap hasil putusan di tingkat banding, sah-sah saja itu, semoga klien kami benar-benar mendapatkan keadilan pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung," tandasnya.(Sam)

Editor : Redaksi

Puasa Disbudpar