Jombang, Suara Publik.com - Silang pendapat dan liarnya analisa publik terkait profil burung hantu yang tidak seluruhnya salah, terutama soal fakta terkait populasi, karakter, serta buramnya pengalaman sebelumnya, sehingga proyek pegupon dinilai bakal mengalami nasib serupa, akhirnya direspon Kadisperta lewat buku dan jurnal ilmiah.
Menurutnya, kajian yang melatari pengadaan pagupon burung hantu merujuk pada dua buku dan satu jurnal. Buku pertama berjudul "Burung Hantu, Pengendali Tikus Alami", karangan Widodo, produksi tahun 2000.
Dalam penelitiannya Widodo menyebut, bahwa 99 persen kotoran burung hantu Tito alba berasal dari mengkonsumsi tikus, sedang 1 persen berasal dari hewan lain.
Disebut pula, dalam satu hari, Tito alba mampu mengkonsumsi 3 hingga 5 ekor tikus, bahkan mampu berburu melebihi yang dimakannya.
Buku kedua yang jadi rujukan berjudul, "Burung Hantu (Tito Alba), Pengendali Tikus Yang Ramah", karangan Imanad, produksi tahun 2012.
Dalam buku tersebut dijelaskan Tito alba memiliki kemampuan antaralain: menekan populasi tikus secara efektif, tidak berdampak negatif terhadap lingkungan, tidak memerlukan biaya dan tenaga yang besar, serta dapat meningkatkan efisiensi waktu petani dan dapat dimanfaatkan untuk beberapa petani.
Sedang rujukan ketiga adalah jurnal inovasi tehnologi pertanian, dimana seorang peniliti bernama Agustin menulis artikel berjudul "Burung Hantu, Pengendali Tikus Secara Hayati", produksi tahunan 2013.
Agustin menyebutkan, Tito alba mampu mendengar suara tikus dari jarak 500 meter, dan jangkauan terbang sekitar 12 km. Dengan sejumlah keunggulan yang dimiliki, sebut Agustin, Tito Alba cukup efektif sebagai alat pengendali populasi tikus.
Ketiga rujukan ini bisa dilihat pada dokumen KAK (Ketentuan Acua Kerja) pengadaan pagupon burung hantu senilai Rp 922 juta. Lepas apakah rujukan ini cukup teruji, yang pasti konsep pengadaan sudah didasari rujukan ilmiah, dan bukan sekedar pemuasan asumsi liar.
"Disebutkan, pada malam hari, burung hantu ini nampak perkasa dengan suara khas yang menyiutkankan nyali tikus. Jadi pengadaan ini ada dasar ilmiahnya, "tandas Pri Adi saat pempaaran tehnis bersama konsultan perencanaan, Rabu, (04/11/2020).
"Sifat pagupon dibuat untuk menghadirkan rasa nyaman bagi si burung hantu untuk pada akhirnya mau menetap dan tinggal disitu. Jadi jangan berfikir burung langsung menetap dan mau tinggal.
Makanya desain dibuat ideal, mulai ketinggian hingga rincian ornamennya, dimana material bahan dipilih untuk memiliki kekuatan hingga 10 tahun.
Ketinggian 6 meter itu memiliki pesan bahwa pada malam si burung bisa bermanuver dengan memutar dan menggerakkan kepala hingga 150 derajat, dalam rangka memantau mangsanya, "ujar Pri Adi. (Din)
Editor : Redaksi