SURABAYA, (suarapublik.com) – Bagi beberapa petani, tikus merupakan salah satu hama yang cukup mengganggu proses pertanian, terutama petani padi. Sebab, banyak petani kehilangan hasil tani karena “dijarah” oleh hama tikus.
Sebetulnya, ular sawah menjadi salah satu pengendali hama tikus di area persawahan. Hanya saja, kini jumlah predator puncak ini semakin berkurang. Berbeda dengan tikus yang semakin hari semakin bertambah banyak.
Mengendalikan populasi hama tikus ini memang cukup sulit. “Beberapa petani bahkan menyerah ketika populas tikus semakin meningkat,” kata Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur Dr. Ir. Hadi Sulistyo, M.Si, seperti dikutip sabdanews. com.
Untuk itu, petani diharapkan mampu mengetahui konsep pengendalian hama tikus yang disosialisasikan oleh Dinas Pertanian Jatim melalui Satgas Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura.
Dinas Pertanian Jatim memang menyarankan untuk menggunakan burung hantu sebagai salah satu cara untuk membasmi hama tikus yang kerap merusak hasil panen petani. Hewan dengan nama lain tyto alba kini menjadi andalan para petani lokal agar hasil panen tidak dirusak oleh tikus.
Sebab, hewan noktunal ini memang gemar mengkonsumsi tikus. Bahkan, burung hantu ini sanggup berburu sekitar 2 hingga 5 ekor tikus setiap harinya. Sehingga, hama tikus ini dapat dikendalikan.
Memang, Dinas Pertanian Jatim lebih merekomenasikan pemasangan umah Burung Hantu (Rubuha) dibandingkan dengan memasang jebakan tikus. Tercatat, terdapat beberapa kasus kematian seorang petani akibat tersengat listrik jebakan untuk hama tikus.
100%
Lalu, penggunaan burung hantu sebagai pemangsa tikus telah dilakukan oleh Satgas Jember. Tercatat, sebanyak 4 unit Rubuha. Selain itu, Satgas juga melepas 4 pasang burung hantu pada MK II tahun 2013 dari kelompok tani Subur desa Sumberagung Jember.
Kemudian, langkah serupa juga dilakukan oleh kelompok tani dari Kabupaten Ngawi. Bahkan kasusnya pun lebih parah dibandingkan kabupaten lainnya. Banyak masyarakat merugi karena banyaknya hama tikus di area persawahan. Bahkan, tidak ada orang yang mau menyewa lahan tersebut untuk digunakan pertanian.
Sehingga, Dinas Pertanian Jatim turun tangan untuk membatu kesulitan yang dialami oleh petani. Dinas Pertanian jatim melalui Satgas Tanaman Pangan dan Hortikultura pun menyarankan agar menggunakan burung hantu sebagai predator utama yang memburu hama tikus.
Memang, perubahannya tidak berlangsung secara instan. Namun, para petani menyatakan bahwa sejak adanya burung hantu di sekitar sawah, kemunculan tikus-tikus ini mulai berkurang. Sebab, satu ekor burung hantu mampu menangkan 2 hingga 5 ekor per hari. Lambat laun, populasi hama tikus ini dapat dikendalikan.
Sehingga, di Kabupaten Ngawi, hasil panen pun melonjak tajam semenjak penggunaan burung hantu sebagai pengendali hama tikus.
Sejak keberhasilan pengendalian hama tikus di Kabupaten Ngawi, Satgas Tanaman Pangan dan Hortikultura mulai mensosialisasikan penggunaan burung hantu untuk membasmi hama tikus agar produksi tani di beberapa daerah kembali meningkat tajam.
Sebab, semenjak pandemi corona, produksi tani di beberapa daerah mengalami kemerosotan yang cukup tajam. Sehingga, hal tersebut menyebabkan beberapa daerah bergantung pada hasil impor.
Di beberapa kabupaten, para petani secara swadaya membangun Rubuha sebagai tempat tinggal burung hantu. Terlebih, burung hantu adalah hewan rumahan, sehingga burung ini tidak akan meninggalkan sarangnya terlalu jauh.
Untuk membuat Rubuha, beberapa petani membuat rumah burung hantu dari papan kayu dengan ukuran 60cm x 40cm x 50Cm. Tinggi tiang penyangga pun dibuat sekitar 4-5 meter dengan tinggi pintu sekitar 10 x 15 cm.
Dengan adanya Rubuha ini, maka diharapkan masalah hama tikus dapat diselesaikan segera. Sebab, banyaknya hama tikus di sawah-sawah warga ini menyebabkan hasil produksi tani menurun bahkan beberapa petani terancam gagal panen akibat membludaknya hama tikus yang memakan hasil produksi tani menurun bahkan beberapa petani terancam gagal panen akibat membludaknya hama tikus yang memakan hasil panen milik petani. (aDv/Dre)
Editor : Redaksi