Surabaya, suarapublik.com - Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan atau Musik disambut baik seniman, para pelaku usaha industri hiburan, sampai ahli waris seniman. Namun, beberapa pelaku usaha industri hiburan seperti karaoke, pub, bar dan diskotik resah, karena dalam PP tersebut mengatur pembayaran royalti dihitung berdasarkan luas tempat usaha setiap m2 yang harus dibayarkan setiap tahunnya.
Ketua Himpunan Pengusaha Rekreasi dan Hiburan Umum (Hiperhu), George Handiwiyanto memaklumi keresahan para pengusaha hiburan itu. Laki-laki yang memang mendalami secara akademis tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) hingga tingkat S2 ini memiliki usulan terkait dasar dan mekanisme penghitungan royalti supaya pas, adil dan dapat membuat para seniman Indonesia sekaligus ahli warisnya dapat sejahtera lahir batin.
“Kalau namanya hak cipta atau HAKI ini adalah hak eksklusif terhadap satu ciptaan seseorang, dapat berupa lagu. Menurut saya kurang pas bila dihitung setiap m2,” ujarnya, Kamis (23/9/2021).
George, panggilan karibnya, mengusulkan kepada Pemerintah sesuai dengan tujuan PP tersebut pasti Presiden diberi masukan supaya seniman sekaligus ahli warisnya bisa sejahtera lahir dan batin. Ia menggambarkan nasib seniman sekarang ini dapat uang sedikit yang tentu cepat habis, daripada tidak.
Lebih lanjut George menjelaskan mengapa para seniman di luar negeri dapat hidup sejahtera sampai mampu membeli pesawat, mobil dan rumah mewah. Sebab menurutnya karena peraturan pemerintah disana transparan, akuntabel, dan dapat dipertangungg-jawabkan.
“Di luar negeri mempunyai alat yang bisa mendeteksi di semua lini kegiatan sehingga menjadi transparan. Hari ini lagu yang dinyanyikan berapa kali dan harus membayar berapa sudah diketahui,” paparnya.
Dia sangat yakin saat ini di Indonesia tidak bisa diketahui berapa lagu yang telah dinyanyikan dan siapa penyanyinya setiap harinya. “Karena pasti diborong harus membayar sekian. Sepengetahuan saya, sekarang ini pungutan hak royalti ditangani pihak ketiga, oleh karena itu sangat tidak transparan,” sindirnya.
Pria yang juga berprofesi sebagai Advokat ini juga mempertanyakan selama ini royalti dibayarkan kepada siapa. Dirinya melihat ada dugaan penggelapan hak royalti yang seharusnya menjadi hak seniman sebagai pihak yang menciptakan.
“Pencipta ini hak eksklusif, namun bukan hanya pencipta saja yang berhak mendapat royalti. Contohnya sebuah lagu mentahan diaransemen dimainkan musik. Jadi nanti royalti harus dibagi pencipta lagu dengan pemain drum, bass atau gitar,” tuturnya memberi ilustrasi.
Kalau sekarang ini royalti yang diterima seniman atau ahli warisnya menurut George sangat tidak pantas. Dia mempersilahkan awak media ini atau masyarakat bertanya langsung kepada ahli waris almarhum Gombloh berapa hak royalti yang mereka terima selama ini.
“Padahal lagunya Gombloh dinyanyikan di Indonesia setiap harinya lebih dari ratusan kali. Apalagi menjelang bulan Agustus pasti lagu Gombloh semakin sering diputar. Itu contoh paling gampang. Mestinya harus investasi alat,” bebernya.
George sangat yakin Presiden mempunyai tujuan baik melalui PP Nomor 56 Tahun 2021 ini yang tentu berawal dari permohonan para seniman. Namun, semestinya kata George, para seniman juga harus bicara dengan para stake holder (pemangku kebijakan) yang terkait, salah satunya pengusaha hiburan. Dia menyatakan para pengusaha hiburan pasti harus bayar, tidak bisa tidak soal royalti ini, karena itu memang bidang usahanya.
“Seperti orang datang ke tempat karaoke untuk bernyanyi. Tetapi haknya penyanyi yang lagunya dinyanyikan itu juga harus dibayar. Jangan terus pengusaha hiburan disuruh membayar hak royalti, tetapi tidak mengetahui yang dinyanyikan lagunya siapa, terus dibagi dengan lagunya seniman yang tidak pernah dinyanyikan,” sentilnya.
Lantas George mempertanyakan sekarang ini hak royalti yang diterima seniman cara membaginya seperti apa. Kalau ada alat, George memastikan berapa kali lagu dari para seniman yang diputar akan langsung dapat diketahui. Nantinya ia menjelaskan hasil royalti bisa dibagi ke pemain musik yang mengiringinya hingga ke produsernya.
“Kuncinya di alat, sehingga tercipta transparansi. Niat baik Presiden untuk menjamin hak cipta sekaligus kesejahteraan lahir batin para seniman dan ahli warisnya ini tolong jangan dibuat setengah-setengah, harus total sekalian. Pada intinya saya sangat mendukung dan menyambut baik PP Nomor 56 Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan atau Musik,” pungkasnya. (Yudha)*
Editor : Redaksi