SURABAYA, (suarapublik.com) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah akan melakukan voting dalam pengambilan keputusan Perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (P APBD) 2021 yang akan dilaksanakan pada rapat paripurna, hari ini, Kamis (30/9/2021).
Seperti diketahui, Pembahasan Perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (PAPBD) Jatim 2021 terus di permasalahkan beberapa anggota DPRD Jatim. Bahkan sampai Rabu (29/9/2021) malam, Rapat Paripurna dengan agenda laporan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Jatim juga masih diwarnai aksi interupsi dari anggota DPRD Jatim.
Matur Husayeri, Anggota Fraksi PKS, Hanura dan PBB dari unsur PBB mengatakan, pihaknya akan mengusulkan pengambilan keputusan pengesahan P-APBD Jatim 2021 untuk dilakukan voting. Mathur mengaku sudah berkali-kali mengingatkan pimpinan sidang paripurna supaya tak melanjutkan pembahasan P-APBD 2021, karena kesalahan itu berasal dari eksekutif. Sayangnya, para pimpinan DPRD Jatim bersikukuh untuk terus melanjutkan sesuai jadwal yang sudah dibuat Banmus.
“Makanya di laporan pandangan akhir fraksi besok, saya akan interupsi dan minta pengambilan keputusan dari DPRD ini untuk divoting. Dan mudah-mudahan teman-teman yang satu pemahaman dengan saya, menyepakati permohonan voting ini, mau dilanjutkan disetujui atau tidak,” ujarnya, seperti dikutip Kominfo jatim, Kamis (30/9/2021).
“Mepetnya waktu pembahasan Raperda P-APBD Jatim itu, karena KUA PPAS disampaikan terlambat. Padahal idealnya 2 bulan sebelum pembahasan. Selain itu, Pemprov Jatim tidak transparan terhadap dokumen hasil konsultasi dengan Mendagri. Sehingga membuat anggota DPRD Jatim khawatir,” lanjutnya.
Mantan aktivis anti korupsi ini menilai RKA P-APBD Jatim dibuat sebelum Revisi Perda RPJMD Jatim 2019-2024 merupakan bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh eksekutif. Begitu juga soal pendistorsian Pasal 164 PP No.12/2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang ditemukan Komisi C DPRD Jatim memiliki konsekuensi hukum.
“Eksekutif berani melakukan itu, tapi di satu sisi mereka (eksekutif) juga ingin tidak melanggar aturan, tapi sudah dilakukan. Dan kita sekali lagi diminta untuk menjadi tukang stempel sehingga menjadi merasa dungu di forum rapat paripurna ini,” bebernya.
“Sikap politis saya jelas, yakni tidak dilanjutkan pembahasan P-APBD Jatim 2021. Kalau toh nantinya tetap dilanjutkan oleh forum karena voting kalah atau gagal, maka kita tidak ikut tanggung jawab terhadap keputusan politik itu. Termasuk dengan konsekuensi hukum yang bisa terjadi,” imbuhnya.
Mathur juga menjelaskan, sebenarnya kalau P-APBD Jatim 2021 gagal ditetapkan, maka resiko yang akan diterima hanyalah berupa sanksi administrasi, yaitu kita selama 6 bulan ke depan tidak menerima gaji. Tapi di dalam UU Nomor 23/2014 dengan jelas disebutkan kalau kesalahan itu dilakukan oleh eksekutif, maka kesalahan itu ditanggung eksekutif, sehingga tak berpengaruh kepada anggota legislatif.
“Pemprov Jatim akan melaksanakan pengeluaran yang dianggarkan dalam APBD tahun anggaran berjalan. Konsekuensinya Pemprov akan diminta mengembalikan 6 kali perubahan anggaran mendahului,” pungkas politisi asli Bangkalan ini.
Diketahui, rapat paripurna laporan Badan Anggaran (Banggar) itu diwarnai tiga kali interupsi. Selain dilakukan oleh Mathur Husayaeri, interupsi juga dilakukan oleh Aufa Zafiri dari Fraksi Gerindra dan Lilik Hendarwati dari Fraksi PKS, Hanura dan PBB dari unsur PKS.
Aufa Zafiri dari Fraksi Partai Gerindra, dalam interupsinya kembali mengingatkan kepada pimpinan dewan supaya merespons dan mematuhi aturan yang tertuang dalam Surat Mendagri menyangkut persoalan pokir yang dibatasi 10 persen dari PAD pada P-APBD Jatim 2021.
“Kalau tidak dipatuhi, berarti pimpinan sengaja ingin menyeret 115 anggota DPRD Jatim ke dalam masalah di kemudian hari,” tegas Aufa.
Sedangkan Lilik Hendrawati dari F-PKS, Hanura dan PBB, meminta supaya bahan atau data perubahan anggaran mendahului sebanyak 6 kali berikut rancangan kegiatan anggaran (RKA) diberikan kepada seluruh fraksi yang ada di DPRD Jatim, agar bisa dicermati dan menjadi bahan dalam laporan pendapat akhir fraksi terhadap Raperda P-APBD Jatim 2021.
“Kita tak ingin melakukan tindakan fatal karena ikut memberikan persetujuan dalam Raperda P-APBD Jatim 2021 yang berpotensi cacat prosedur, bahkan cacat hukum,” tegas Anggota komisi C DPRD Jatim. (Dre)
Editor : Redaksi