Surabaya, suara publik - Terdakwa Djerman Prasetyawan dihukum pidana enam bulan penjara. Mafia tanah ini dinyatakan terbukti memalsukan surat-surat tanah. Majelis hakim yang diketuai Itong Isnaeni Hidayat juga tidak langsung memenjarakannya. Terdakwa hanya diperintahkan tetap berada dalam tahanan rumah.
Jaksa penuntut umum Darwis menyatakan banding terhadap putusan yang dibacakan pada Senin (18/10) itu. Putusan itu jauh lebih ringan daripada tuntutannya. Jaksa Darwis sebelumnya menuntut Djerman pidana 3,5 tahun penjara. Hukuman ini dianggapnya tidak memenuhi rasa keadilan terhadap masyarakat yang memperjuangkan tanahnya.
"Iya benar (dihukum enam bulan penjara) dan saya sudah banding. Pertimbangannya tidak memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat," ujar Darwis saat dikonfirmasi, Rabu (20/10).
Berbeda dengan jaksa penuntut umum, pengacara Djerman, Bagus Sudarmono menyatakan masih pikir-pikir. Pihaknya masih belum bersikap apakah akan menerima putusan itu atau banding. Namun, dia enggan mengomentari lebih jauh mengenai putusan majelis hakim.
"Yang jelas kami masih pikir-pikir. Saya belum bisa mengomentarinya karena tidak ikut hadir dalam sidang sehingga belum tahu pertimbangan majelis hakim seperti apa saja," kata Bagus.
Sementara itu, dua terdakwa lain, Samsul Hadi dan Subagyo rencananya masih akan divonis Senin ini.
Sebelumnya, jaksa Darwis menuntut mereka lebih ringan daripada terdakwa Djerman. Yakni, masing-masing pidana 2,5 tahun penjara. Berbeda dengan Djerman, Samsul dan Subagyo kini berada dalam tahanan.
Djerman dan kedua terdakwa lain ini sebelumnya didakwa memalsukan tiga surat untuk menguasai tanah milik orang lain di Manukan Kulon. Ada tiga surat yang dipalsukan. Yakni, surat pernyataan penguasaan fisik dan yuridis bidang tanah tertanggal 10 November 2019. Surat itu ditandatangani terdakwa Djerman dan tiga saksi yang salah satunya Subagyo.
Isi surat itu, terdakwa beritikad baik memiliki sebidang tanah yang berasal dari hak milik adat/ tanah negara Leter C.6 No.197 terletak di Jalan Margomulyo Indah Blok B Kelurahan Manukan Kulon, Tandes. Faktanya, Petok D No. 197 tercatat secara administratif di Kelurahan Manukan Wetan. Sedangkan obyek fisik yang ditunjuk terdakwa terletak di Kelurahan Manukan Kulon.
Surat lain yang dianggap palsu yakni surat pernyataan pemasangan batas bidang tanah. Surat itu ditandatangani dua orang yang sebenarnya bukan ahli waris pemilik tanah. Saksi pemasangan tanda batas ditandatangani Subagyo dan seorang lain yang sebenarnya tidak pernah memasang tanda batas.
Terdakwa juga memalsukan surat pernyataan pencabutan nomor identifikasi bidang (NIB) tanggal 6 Desember 2019. Surat itu ditandatangani terdakwa yang keterangannya mencabut empat NIB. Faktanya pemilik NIB adalah orang lain dan bukan terdakwa. Sehingga terdakwa tidak berhak mencabut NIB milik orang lain.
Dengan modal surat palsu itu, permohonan terdakwa diproses Kantor Pertanahan (Kantah) Surabaya I. Selanjutnya terbit peta bidang atas nama terdakwa Djerman. Terdakwa kemudian memperoleh hak untuk mendaftarkan penerbitan sertifikat atas tanah dengan luas hasil ukur 17.551 meter persegi dan luas permohonan 30.000 meter persegi. Faktanya, tanah itu milik ahli waris H. Ichsan/S. Marwiyah dan tidak pernah dijual.(Sam)
Editor : Redaksi