SURABAYA, (suarapublik) - Beberapa pekan lalu, Menteri Koperasi dan UKM Republik Indonesia, Teten Masduki melanjutkan kunjungannya ke Kabupaten Tulungagung dan Nganjuk.
Diawali dari Kabupaten Tulungagung, Menkop dengan didampingi oleh Deputi Bidang Perkoperasian, Ahmad Zabadi, Deputi Bidang Usaha Kecil & Menengah, Hanung Harimba Rachman, Plt. Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Timur, Mas Purnomo Hadi, dan beberapa pejabat lainnya mengunjungi UD. Karya Indonesia (Fosil Kayu), untuk melihat proses pengolahan fosil kayu menjadi komoditi yang bernilai ekspor.
Kunjungan selanjutnya, ke lokasi Koperasi Logam Abadi, produsen cangkul merah putih yang sudah memiliki sertifikat SNI. Selesai meninjau kedua lokasi tersebut Menkop kemudian bertolak ke Pendopo Kongas Arum Kusumaning Bongso Kabupaten Tulungagung untuk melakukan pelepasan simbolis ekspor fosil kayu ke Hamburg, Jerman dan melaunching SNI cangkul merah putih.
Dalam sambutannya, Bupati Tulungagung, Maryoto Birowo menyampaikan terima kasih atas kunjungan, arahan dan support yang telah diberikan oleh Menkop pada para pelaku UMKM di Kabupaten Tulungagung, “UMKM adalah salah satu penguat daripada ekonomi masyarakat kita, utamanya dimasa pandemi, atas binaan yang diberikan oleh Kementerian Koperasi yang berujung pada berhasilnya kami melakukan ekspor fosil kayu ke Hamburg Jerman, cangkul yang sudah berstandart SNI, dan marmer yang juga ekspor ke Belanda, atas nama Pemerintah Kabupaten Tulungagung mengucapkan banyak terima kasih dan semoga UMKM di Kabupaten Tulungagung nantinya akan dapat berkembang dengan baik," ujar Maryoto.
Sementara, Menkop dalam sambutannya menyampaikan, bahwa launching SNI cangkul merah putih adalah momentum paling penting bagi kemandirian bangsa Indonesia, “jangan malu-maluin, cangkul aja kita masih import, dengan keberhasilan ini kedepan kita harus membuat lebih banyak lagi inovasi untuk peralatan dan mesin-mesin pertanian yang masih banyak kita impor," pesan Menkop untuk menumbuhkan semangat bagi para pelaku UMKM.
Terkait dengan ekspor fosil kayu ke Eropa oleh UD. Karya Indonesia Menkop mengatakan, ini sudah menunjukkan bahwa UMKM Tulungagung bisa beradaptasi dan cermat melihat pangsa pasar, “kami optimis erakhir, ekspor produk-produk custom seperti produk berbahan fosil kayu akan meningkat, dan saya mengatakan ini adalah salah satu custom produk yang tidak bisa disaingi oleh produksi masal, jadi ini bisa menjadi ikon atau keunggulan Indonesia, khususnya Tulungagung," ujar Teten.
Menurut Menkop, Ia optimis bahwa Koperasi dan UMKM di Tulungagung bisa menjadi fondasi ekonomi masyarakat dan nasional, “Pemerintah pusat dan daerah harus bahu membahu membangun ekosistem yang memungkinkan Koperasi dan UMKM tumbuh berkembang dan meningkatkan kapasitas produksinya yang berdaya saing sehingga kita bisa siap membangun perekenomian Indonesia berbasis Koperasi dan UMKM," pungkas Menkop.
Usai di Tulungagung Menkop langsung bertolak ke Nganjuk untuk berkunjung ke Koperasi Petani Nganjuk dan Kopontren Pomosda. Kunjungan pertama nya di Nganjuk dengan Petani Nganjuk.
Menkop dengan didampingi oleh Plt. Bupati Nganjuk Marhaen Djumadi meninjau langsung ke kebun bawang merah untuk melihat teknis pegelolaan tanaman bawang merah, bagaimana sistem pengairannya, pengendalian hamanya, dan lain sebagainya.
Menkop juga berkunjung ke sentra produksi bawang merah untuk melihat proses pengolahan bawang menjadi produk olahan makanan yang mempunyai potensi pasar yang cukup potensial.
Menkop menyampaikan, bahwa di beberapa negara yang menghasilkan produk yang mudah rusak/busuk Koperasi berfungsi sebagai pengendalian produksi dan harga, pada produk pertanian, perkebunan dan buah-buahan yang mudah rusak maka Koperasinya punya industri pengolahan.
“Jika kelebihan produksi maka tidak akan memukul harga karena dia akan diolah menjadi bahan yang tahan lama untuk disimpan, sebagai contoh Koperasi susu terbesar di New Zealand, Fonterra, para peternak tidak perlu pusing menjual susunya kemana, itu sudah menjadi urusan Koperasi, mereka punya industri pengolahan susu, mau jadi keju, susu tepung, susu segar, dan lain sebagainya, hasil olahan ini lalu dibawa ke market, dengan model bisnis seperti inilah pendapatan petani bisa terus terjaga, bisa terus menjual hasil produksinya diatas biaya produksi, model bisnis seperti inilah yang harus dibikin, jika dibiarkan terus seperti sekarang maka selamanya kesejahteraan petani tidak akan menentu”, ujar Menkop.
Ditempat sama, Plt. Bupati Nganjuk Marhaen Djumadi, menyampaikan bahwa keluhan petani bawang merah ada 3, yaitu harga, pasar, dan dominannya para tengkulak.
Dengan adanya kunjungan Menkop kali ini Marhaen berharap masalah-masalah yang dihadapi para petani bawang tersebut dapat terselesaikan, “Koperasi ini adalah satu langkah tapi multi player efek, efek yang efek yang pertama yaitu harga, kami berharap harga bisa stabil, fungsi yang kedua yaitu dominannya para tengkulak yang merusak harga, oleh karena itu dengan adanya Koperasi maka kita punya kesepakatan nanti lewat satu pintu yaitu lewat Koperasi, dengan adanya Koperasi maka tengkulak tidak akan bisa seenaknya mempermainkan harga, karena harga ditentukan melalui Koperasi, para petani nanti akan menjual bawangnya di Koperasi.
Fungsi ketiga, dengan adanya Koperasi diharapkan mampu mencarikan pangsa pasar baru, mungkin diluar kota, ekspor, dan lain sebagainya, kami sungguh berharap dengan adanya Koperasi 3 permasalahan petani ini dapat teratasi," harap Marhaen.
Selesai dari sentra pengolahan bawang merah, Menkop kemudian bertolak ke Kopontren Pomosda untuk meninjau produk ekspor akar tanjung dan cokelat kelor (socolat), kegiatan kunjungan kerja Menkop di Nganjuk pada hari ini ditutup dengan makan malam bersama Plt. Bupati dan Forkopimda Kabupaten Nganjuk. (Red.sp)
Editor : Redaksi