Surabaya, suara publik - Tingginya kebutuhan masyarakat terhadap darah plasma konvaselen untuk pasien Covid 19, peluang tersebut dimanfaatkan oleh terdakwa Yogi Agung Prima Wardana, S.ked, mencari keuntungan dengan cara jual beli plasma darah, terdakwa juga dibantu oleh Bernadya Anisah Krismaningtyas,S.ked dan Mohammad Yunus Efendi (masing-masing dalam berkas perkara terpisah).
Sidang kembali digelar, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Jatim, Bunari, menghadirkan Lima saksi yang didengar keterangannya, di antaranya Rina Indah, sebagai pembeli, Susanto Hari Asmoro dan Rico Angga sebagai pendonor, Senin (15/11/2021) di ruang Candra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Selain itu, Kabid Pelayananan Humas PMI Kota Surabaya, Martono Adi Triyogo, dan juga Fitrianawati, bagian pengadaan darah PMI Surabaya. Dalam kesaksiannya, Rina Indah mengaku tak mengenal terdakwa Yogi.
Saat itu, Rina membutuhkan donor plasma konvalesen untuk kakaknya yang sedang kritis di RS Paru Surabaya. Rina lalu diberi tahu oleh seeorang untuk menghubungi Ana Mardiana yang tak lain adalah istri Yogi.
"Saat itu lah saya menghubungi Ana Mardiana. Itu saya nomernya dikasih tahu teman Bu Ana. Saya hubungi lewat chatting kalau butuh donor darah," ujar Rina.
Rina akhirnya mendapat plasma konvalesen untuk golongan O+ itu usai menghubungi Ana. Namun saat itu, Rina dimintai uang sebesar Rp 5,5 juga jika ingin cepat. "Lalu saya bayar, katanya Rp 3 juta untuk pendonor dan Rp 2 juta untuk PMI," ujar Rina.
Rina lalu membayar uang itu ke rekening atas nama M. Fauzi. Setelah ditransfer, lalu Rina diminta untuk mengambil darahnya melalui rumah sakit. Kesaksian Rina itu rupanya membuat terkejut Susanto Hari Asmoro, pendonor darah PMI.
Dalam kesaksiannya, Susanto mengaku tak pernah mendapat uang sebagai pendonor. Di samping itu, saat mendonor di PMI, dia bertemu dengan terdakwa Moh.Yunus. Bahkan Yunus mendampingi dan ikut mengarahkan Susanto di PMI.
"Biasanya kan ngisi formulir sendiri, ini saya tiba-tiba dikasih formulir warga putih dan pink rangkap. Saya tinggal tandatangan saja karena formulir sudah diisi Yunus," bebernya.
Hal yang sama juga diungkapkan saksi Rico. Niat baiknya untuk membantu pasien Covid-19 justru dijadikan mainan. Saat itu Rico datang ke PMI berniat donor. Dia saat itu bertemu dengan Yunus. Formulir putih yang semula dia isi berwarna lalu diminta untuk diganti oleh Yunus dengan formulir kuning dan pink.
Saat itu Rico mengaku seperti diarahkan dan didampingi selama proses pendonoran. "Ini mas saya sudah isi, masnya tinggal tandatangan saja, kata Yunus begitu. Terkait dengan fee, itu juga enggak ada saya enggak dapat," beber Rico.
Terkait hal itu, saksi Yunus mengaku keberatan dengan kesaksian para saksi yang dihadirkan itu. Yunus membantah kesaksian para saksi itu. "Saya tak pernah menulis diform kuning dan pink itu. Bahkan nama pendonor sendiri yang nulis," ujar Yunus membantah.
Disinggung terkait pembayaran sebesar Rp 5,5 juta, penasehat hukum terdakwa, Ucok Jimmy Lamhot mengatakan jika itu adalah tanda terimakasih. "Iya jumlah itu plus sama yang di bayar ke PMI. Jadi itu jadi satu," paparnya.
Jaksa menjerat para terdakwa sebagaimana yang diatur dalam pasal 90 ayat (3) atau pasal 378 KUHP.(Sam)
Editor : Redaksi