Surabaya, suara publik - Sidang perkara perihal perbankan dengan program tabungan berhadiah dengan hadiah cashback setiap 6 (enam) bulan dan setelah jatuh tempo uang tabungan dapat ditarik keseluruhan, dengan terdakwa Anisa Farida Yuniarti, diruang sari 2 PN.Surabaya, secara Vidio call,Rabu (22/12/2021).
Terdakwa yang bekerja sebagai Marketing Funding di Bank MNC KCP Jemursari, bekerja sejak tahun 2014 sampai tahun 2019, Awalnya terdakwa Anisa pada bulan Pebruari 2018, mendatangi para korban (saksi Indira Sekar Ramadhani, saksi Bambang Pontjo dan saksi Sishariyanto). Untuk menawarkan program tabungan berhadiah tersebut.
Saksi Indira Sekar Ramadhani membuka rekening tabungan di Bank MNC melalui Anisa Farida Yuniarti, marketing funding bank tersebut di kantor cabang Jemursari. Ketika itu pada 2018 Anisa datang ke rumah Indira untuk menawarkan program tabungan berhadiah dengan cashback enam bulan.
100%
Anisa dalam penawarannya juga menyatakan bahwa setelah jatuh tempo, uang tabungan dapat ditarik. Indira tertarik menjadi nasabah. Terlebih ibunya, Erna Puji sudah lama menjadi nasabah bank tersebut dengan program tabungan yang sama. Sejak menjadi nasabah pada 2016, Erna mendapat cashback dari setiap uang yang ditabungnya.
Indira lantas menabung Rp 150 juta. Dua pekan setelah setor tabungan, dia mendapat cashback Rp 12 juta yang ditransfer Anisa ke rekening lain. Anisa juga dapat buku tabungan asli yang di dalamnya tercatat bahwa dia sudah menabung Rp 150 juta. Indira awalnya tidak menaruh curiga. Hingga pada waktunya jatuh tempo setelah enam bulan, dia berniat menarik uang tabungannya.
"Ternyata saldonya berbeda waktu tarik tunai. Hanya ada Rp 300 ribu. Yang Rp 150 juta tidak ada," ujar Indira saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang di ruang Sari 2 Pengadilan Negeri Surabaya.
Jaksa penuntut umum Rakhmawati Utami dalam dakwaannya menyatakan, Indira bukan satu-satunya nasabah yang menjadi korban Anisa. Sishariyanto dan Bambang Pontjo juga mengalami kasus yang sama. Mereka menabung melalui Anisa, tetapi tidak tercatat di bank. Tabungan Sishariyanto senilai Rp 200 juta hanya tercatat Rp 500 ribu. Sedangkan Bambang Pontjo yang menyetor Rp 250 juta tabungannya juga hanya tercatat Rp 500 ribu.
"Karena jumlah tabungan yang tercatat dalam masing-masing buku tabungan para saksi korban tersebut tidak sesuai jumlahnya dengan yang ada dalam sistem Bank MNC sehingga bank tidak dapat mencairkan sesuai permintaan para saksi korban," tutur jaksa Rakhmawati dalam dakwaannya.
Ketiga nasabah ini lantas menanyakan perihal tersebut ke Anisa setelah melihat print out mutasi rekening koran. Anisa mengakui perbuatannya. "Terdakwa sengaja mencetak sendiri buku tabungan menggunakan komputer dan printer yang ada di Bank MNC dengan maksud uang setoran tersebut akan digunakan sendiri oleh terdakwa untuk kepentingan pribadi," jelasnya.
Formulir pembukaan rekening ketiga nasabah juga dipalsukan. Identitas, NPWP, nomor telepon hingga tanda tangan mereka dirubah oleh Anisa. Akibatnya terjadi pencatatan palsu dalam dokumen, laporan transaksi dan rekening tabungan.
Pengacara terdakwa, Surono menyatakan, perkara ini menurutnya bukan kesalahan Anisa saja. Para nasabah juga salah karena tidak menabung sesuai standar operasional prosedur perbankan. Di antaranya, membuka rekening tidak di kantor bank, menitipkan penyetoran uang tabungan ke Anisa tanpa langsung ke bank.
"Nasabah tidak berurusan langsung dengan bank. Seharusnya semua proses dilakukan di bank. Ini karena kesepakatan para pihak saja," kata Surono seusai persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya kemar (22/12).
Mengenai ke mana uang tabungan tersebut, Surono enggan menjelaskan. Dia hanya menyatakan akan membuktikan dalam persidangan. Selain itu, nasabah sebenarnya Erna. Menurut dia, Erna yang sudah kerap mendapat cashback, hadiah dan tarik tunai menabung lagi dengan atas nama ketiga nasabah tersebut.
"Erna lanjut lagi atas nama orang lain. Langsung dijadikan nasabah dengan produk sama. Misalnya Bambang Pontjo, dia hanya atas nama. Uang milik Erna. Tanda tangan yang tidak sama, Erna ternyata yang tanda tangan,"katanya.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a UU.RI.Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.(Sam)
Editor : Redaksi