Sebelumnya, banyak pihak juga telah menyampaikan persoalan ini ke pemerintah daerah namun tidak ada respon dan para penjual tanah kavlingan semakin menjadi-jadi merasa kebal hukum.
Pelaku bisnis jual beli lahan Kavling terkesan tidak menggubris, padahal sudah jelas ada pasal pidana terkait jual beli lahan Kavling pada perkara tindak pidana Pasal 151 dan atau Pasal 154 dan atau Pasal 162 UU RI No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dan tempat-tempat lain yang ada hubungannya,
Begitupun di dalam RUU Cipta Kerja, setiap orang yang menyelenggarakan pembangunan lahan perumahan yang tidak sesuai dengan dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana dan utilitas umum yang diperjanjikan, serta standar dan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan lingkungan hunian atau kawasan siap bangun dikenakan sanksi administratif berupa denda paling banyak Rp 5.000.000.000,- (lima miliar Rupiah).
Penerapan sanksi ini menjadi lebih ringan jika dibandingkan dengan ketentuan asal di dalam Pasal 151 dan Pasal 153 UU No. 1/2011 dimana sanksi yang diberikan berupa sanksi pidana maksimal Rp 5.000.000.000,- (lima miliar Rupiah). RUU Cipta Kerja meringkankan sanksi tersebut sehingga pelaku usaha yang melanggar cukup membayar denda tanpa perlu melalui proses peradilan.
Terpisah, Ketua Lingkar Aktivis Imam Syafii menyayangkan masih adanya praktik penjualan tanah kavling secara ilegal. Pasalnya, selain masyarakat, daerah turut mengalami kerugian. Jika aktivitas ilegal itu tidak segera dihentikan, maka ruang terbuka hijau akan habis. Tidak ada lagi tanah produktif yang dapat dimanfaatkan.
"Masalah perizinan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Ya Keburu tanahnya habis. Saya sangat menyayangkan jika pemerintah menutup mata serta lalai dan jika tanah-tanah yang masih produktif dipangkas untuk pengkavlingan. Mengapa tidak sebaiknya mengkomersilkan tanah-tanah yang sudah tidak produktif," cetusnya.
Menurutnya, penjualan tanah Kavling secara ilegal marak terjadi. "Tidak hanya di Menganti. Di kecamatan Kedamean masih banyak tanah kavling yang dijual tanpa izin resmi," ungkapnya.
Dia menegaskan, sebelum melaksanakan pengkavlingan lahan hingga proses pemasarannya, yang bersangkutan wajib mengantongi rekomendasi peruntukan ruang sebagai salah satu syarat. Jika hal itu tidak dipenuhi, baik perusahaan pengembang maupun perseorang, harus menghentikan usahanya.
Karenanya, Dirinya mendesak Pemkab Gresik mengambil tindakan tegas, dengan menutup lokasi-lokasi yang tengah digarap menjadi lahan kavlingan untuk kepentingan jual beli. "Tindak lanjut pemerintah daerah tidak ada, Tidak ada sanksi tegas yang akan menjadi efek jera terhadap oknum pengembang," tegasnya. (Im/why).
Editor : Redaksi