SURABAYA, (suara-publik.com) - Sidang perkara pidana membawa senjata tajam jenis celurit, dengan mengancam, juga melakukan penganiayaan terhadap korbannya memukul dengan kepalan tangan mengenai pelipis mata hingga korbannya pingsan. Dengan Terdakwa Imam Syafii bin Abdullah (alm). Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Alex Adam Faisal, di Ruang Garuda 1 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya secara Vidio Call, Rabu, (24/04/2024).
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Duta Mellia, dari Kejari Surabaya, Menyatakan Terdakwa Imam Syafii bin Abdullah (alm), melakukan tindak pidana, "Tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan,menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk,"
Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Darurat RI No. 12 Tahun 1951," Atau, "Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP".
Selanjutnya JPU menghadirkan saksi- saksi, saksi korban Devi Lia Wulandari, Tri nawangwulan ( ibu korban) dan Nasrika ( istri Terdakwa),dipersidangan.
Saksi Devi mengatakan, bu nasrika datang nagih hutang adik saya, ibu saya nyicil 100 ribu, mintanya harus 200 ribu, hutangnya 500 ribu, dibayar dicicil, lalu Imam Syafii datang ancam pakai celurit, saya dipukul pakai kepalanya tangannya kena pelipis mata saya sampainsaya pingsan," terang saksi korban.
Saksi bu Tri Nawangwulan mengatakan, " yang berhubungan anak saya yang cowok, Saya janji bayar nyicil, saya yang diancam ancam, dia bilang mau datang bawa celurit,malah anak saya Dwvi yang kena sasaran," terangnya.
Saksi Nasrika mengatakan " suami saya kerja serabutan, Adiknya mbak Devi punya utang 500 ribu, kalau celurit itu cuma untuk Nasution nanti saja, tangan suami saya dipegang kok dari belakang," terang saksi.
Diketahui, Saksi Nasrikah (Istri Terdakwa Imam Syafii) menagih hutang kepada Saksi Tri Nawangwulan (Ibu Saksi Devi Lia Wulandari), Senin, 06 November 2023, Jam 11:00 Wib, di rumah Jalan Gembong II DKA 129, Surabaya. “Mbak sampeyan nek gak duwe duit cicilen," ujar Nasrikah.
Kemudian, Saksi Tri Nawangwulan membayar hutang dengan menyicilnya sebesar Rp100 ribu. Tak lama, Nasrika menghubungi terdakwa melalui pesan voice note. “Aku gak isok nek gak dibalekno saiki, Aku otw kerumah Andik bawa clurit,” terangnya dipersidangan.
Kemudian, Jam 11:00 Wib, Terdakwa Imam Syafii datang bersama Saksi Jazuli. Jazuli berkata ke terdakwa, Yok opo Iki wong tuone sanggupe nyicil" Terdakwa menjawab, “Gak isok duite kudu onok Dino iki”. Saksi Jazuli berkata, “Yo awakmu gak isok ngono Imam, soale ibu Iki gak nduwe duit isok'e nyicil.”
Terdakwa marah minta dibayar sekarang, kemudian Hp terdakwa dibanting hingga pecah. Cek-cok mulut dengan Saksi Devi Lia Wulandari. Saksi Devi berkata, “Yo balekno duitku Rp750.000 Dino iki.” Selanjutnya, Saksi Devi berkata, “Yo gak isok, sanggupe wong tuoku nyicil.” Terdakwa berkata, “Yo gak isok lek ngono, ta bunuh ae,” sambil mengeluarkan 1 buah senjata tajam jenis clurit beserta sarungnya yang disimpan dibalik baju terdakwa.
Kemudian, Saksi Devi mendorong terdakwa, mengenai kepala terdakwa, membuat terdakwa emosi lalu memukul Devi Lia Wulandari, dangan tangan kosong mengepal mengenai mata kiri bagian bawah wajah, hingga terjatuh dan pingsan.
Terdakwa mengarahkan clurit untuk menakut- nakuti Saksi Devi dan Tri Nawangwulan. Sedangkan Saksi Andik bersama Ketua RT dan warga langsung melerai terdakwa. (sam)
Editor : suarapublik