Minim Dermaga Pengusaha Kapal Keluhkan Biaya Tinggi Angkutan Penyeberangan
SURABAYA, (suara-publik.com) -- Kalangan pengusaha angkutan penyeberangan mengeluhkan tingginya biaya angkutan penyeberangan di dalam negeri. Bahkan, asosiasipun turut menyoroti biaya yang dibayar masyarakat lebih tinggi dari ketentuan tarif sebenarnya akibat penerapan tiket online.
Tidak itu, saja, selain tidak efisien operasional akibat kurangnya dermaga, faktor itu memicu sehingga menyebabkan ongkos angkutan sulit dikendalikan.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) Khoiri Soetomo menjabarkan sejumlah faktor yang memicu besarnya ongkos operasional di sektor penyeberangan.
Pertama, ketatnya aturan dalam angkutan penyeberangan menyebabkan tingginya biaya untuk sertifikasi dan pemenuhan aturan-aturan tersebut. Beberapa di antaranya seperti aturan terkait konstruksi kapal, permesinan, dan alat keselamatan yang cenderung melebihi kebutuhan.
Selain itu di sektor keuangan, pengusaha kapal harus menghadapi bunga kredit yang tinggi dari perbankan. Padahal beberapa negara tetangga seperti Malaysia menerapkan bunga khusus untuk industri maritim yang lebih rendah.
“Selain itu tingginya biaya BNPB, aturan perpajakan yang sangat membebani, yang semua itu belum berpihak pada industri angkutan penyeberangan dan belum mencerminkan bahwa Indonesia adalah negara maritim,” ujarnya di sela Rakernas III Gapasdap di Yogyakarta, Rabu (11/9/2024) kemarin.
Sepanjang tahun lalu, angkutan penyeberangan telah melayani sedikitnya 30 juta penumpang, 3,5 juta sepeda motor, 11,2 juta kendaraan roda empat serta 80 juta tton barang di seluruh Indonesia.
Lalu lintas angkutan kapal tersebut terjadi di 254 pelabuhan penyeberangan dengan menggunakan 435 unit kapal penyeberangan. Jumlah itu terbagi atas 331 unit kapal komersial dan 104 kapal perintis.
Di sisi lain, Gapasdap turut menyoroti biaya yang dibayar masyarakat lebih tinggi dari ketentuan tarif sebenarnya. Kondisi ini kata Khoiri akibat pemberlakuan sistem tiket online Ferizy.
Selama ini, mayoritas masyarakat belum paham dan kesulitan menggunakan aplikasi online tersebut. Sedangkan pengelola pelabuhan yakni ASDP tidak menyediakan counter tiket secara offline.
“Maka penjualan dilakukan oleh agen tiket yang mengambil keuntungan tertentu. Padahal ada komponen jasa pelabuhan yang masuk dalam komponen tiket. Akhirnya tarif yang dibayar oleh konsumen menjadi lebih mahal. (vin)
Editor : suarapublik