suara-publik.com skyscraper
suara-publik.com skyscraper

Dugaan Persekongkolan Pengadaan Beras Dinsos Surabaya (1) Tak Ada Spek, Muncul 2 Harga

Foto: ilustrasi Pengadaan Beras Secara Katalog
Foto: ilustrasi Pengadaan Beras Secara Katalog
suara-publik.com leaderboard

SURABAYA, (suara-publik.com) – Pada anggaran tahun 2024, Pemkot Surabaya melalui Dinas Sosial, tercatat telah menetapkan 10 paket permakanan dan pengadaan beras senilai pagu Rp 11,3 milyar.

Dari 10 paket, 4 diantaranya berupa pengadaan beras. Yakni, pengadaan beras bagi penghuni di UPTD Liponsos Keputih dengan pagu Rp1.686.528.000.

Kemudian pengadaan beras bagi penghuni di UPTD Kampung Anak Negeri senilai pagu Rp187.392.000.

Selanjutnya pengadaan beras bagi penghuni di UPTD Griya Weda dengan pagu Rp 431.001.600 dan pengadaan beras bagi penghuni di UPTD Liponsos Kusta Babat Jerawat senilai pagu Rp 74.956.800.

Ke empat paket tercatat dilaksanakan secara epurchasing (katalog). Ke empatnya dimenangkan oleh satu penyedia yang sama yaitu CV LM.

Tidak hanya itu, 6 paket pengadaan permakanan juga diborong oleh CV LM.

Merujuk data transaksi katalog, ke empat paket terjadi kontrak diangka Rp1.686.528.000, Rp187.392.000, Rp431.001.600 dan Rp74.956.800. Dari angka itu, nampak besaran kontrak sama persis dengan pagu paket.

Salah satu pegiat LSM menilai ada kesan tidak terjadi negoisasi harga. Padahal dalam pengadaan katalog (epurchasing), tutur pegiat LSM, yang namanya negoisasi harga itu wajib dilakukan.

Terkait hal ini, dan juga soal 10 paket yang hanya diborong oleh satu penyedia, media ini akan mengulasnya secara khusus pada edisi berikutnya.

Nah, berdasarkan data monitoring LKPP, paket pengadaan beras bagi penghuni di UPTD Liponsos Keputih senilai kontrak Rp 1.686.528.000, ternyata berisi pembelian beras sebanyak 131.760 kilogram dengan harga per kilogram Rp 12.800.

Sedang pengadaan beras bagi penghuni di UPTD Kampung Anak Negeri senilai kontrak Rp 187.392.000, jumlah beras yang dibeli sebanyak 14.460 kilogram dengan harga per kilogram Rp 12.800.

Selanjutnya, pengadaan beras bagi penghuni di UPTD Griye Weda senilai kontrak Rp 431.001.600, jumlah beras yang dibeli adalah sebanyak 33.672 kilogram dengan harga per kilogram Rp 12.800.

Sedang pengadaan beras bagi penghuni di UPTD Liponsos Kusta Babat Jerawat senilai kontrak Rp 74.956.800, jumlah beras yang dibeli sebanyak 5.856 kilogram dengan harga per kilogram Rp 12.800.

Pada pengadaan permakanan penghuni asrama bibit unggul bulan Agustus – Oktober senilai pagu Rp 469.718.515 dan kontrak sebesar Rp 466.507.530, terjadi pembelian 5 komoditas bahan pokok, salah satunya adalah beras sebanyak 7.360 kilogram dengan harga per kilogram Rp 14.700.

Juga, paket pengadaan permakanan penghuni asrama bibit unggul bulan November – Desember 2024 senilai pagu Rp 311.700.950 dan kontrak sebesar Rp 309.570.027, terjadi pembelian 4 komoditas bahan pokok, salah satunya beras sebanyak 4.880 kilogram dengan harga per kilogram Rp 14.700.

Sementara itu, 4 paket permakanan bagi penghuni di UPTD Kampung Anak Negeri, UPTD Liponsos kusta Babat jerawat, UPTD Griya Weda, dan Liponsos Keputih, masing-masing senilai kontrak Rp 713.017.920, Rp 296.878.596, Rp 1.647.129.054, dan Rp. 5.511.023.406, tidak ditemukan jejak digital transaksi pada dokumen katalog.

Dari uraian diatas, nampak satu pemandangan janggal mencuat ke permukaan, yaitu soal munculnya 2 harga beras diangka Rp 12.800 per kilogram dan Rp 14.700 per kilogram.

Pertanyaannya, apa dasar Dinsos menetapkan harga beras diangka Rp12.800 dan Rp14.700?

Padahal dokumen transaksi hanya menyebut kata beras tanpa merinci jenis, spek, atau merk? Bukankah praktik seperti ini rawan terjadi manipulasi harga dan kualitas beras?

Terhadap pertanyaan ini, pejabat Dinas Sosial Surabaya yang ditemui di kantornya, Selasa (20/5/2025), belum bersedia menyebutkan beras apa yang dimaksud.

Beras premium sempat disebut. Namun, dokumen pendukung tidak ditunjukkan. Belanja katalog model begini, kata pegiat LSM, sama saja membeli kucing dalam karung. (Dre)

Editor : suarapublik

DKP Harkitnas