SURABAYA, (suara-publik.com) – Dugaan adanya praktik kongkalikong tersebut dipicu 2 hal. Yakni, soal tidak munculnya katalog beras milik CV LM pada etaslase yang sampai hari ini belum bisa ditunjukkan bahwa katalog itu ada.
Juga, terjadinya harga kontrak yang sama persis dengan besaran pagu. Fenomena ini terjadi pada sejumlah paket.
Antara lain, pengadaan beras bagi penghuni di UPTD Liponsos Keputih dengan pagu Rp1.686.528.000 dan kontrak sebesar Rp1.686.528.000.
Kemudian, paket pengadaan beras bagi penghuni di UPTD Kampung Anak Negeri senilai pagu Rp 187.392.000 dan kontrak Rp187.392.000.
Juga, paket beras untuk UPTD Griya Weda senilai pagu Rp431.001.600 dan kontrak Rp431.001.600, serta paket beras untuk UPTD Liponsos Kusta Babat Jerawat dengan pagu Rp74.956.800 dan kontrak Rp74.956.800.
Satu lagi, paket pengadaan permakanan bagi penghuni di UPTD Liponsos Keputih yang dipagu Rp 5.511.023.406 dan terjadi kontrak diangka yang sama, yaitu Rp 5.511.023.406.
Dari angka-angka tersebut, kata pegiat LSM, nampak kuat ada kesan tidak terjadi negoisasi harga. Padahal dalam pelaksanaan epurchasing katalog, negoisasi harga wajib dilakukan.
“Atau, bisa jadi sudah dinego tapi harga tidak bisa turun. Jika itu yang terjadi, pelaksanaan katalog dipastikan sah. Tapi itu harus buktikan dengan dokumen, “ujarnya.
Jika dokumen negoisasi tidak bisa ditunjukkan, sambungnya, maka munculnya angka kontrak yang sama persis dengan besaran pagu mengindikasikan praktik kongkalikong atau main mata tengah berlangsung.
Merujuk Keputusan Kepala LKPP Nomer 122 Tahun 2022 tepatnya pada bab pelaksanaan epurchasing katalog huruf (f) dan (h), satu ketegasan bahwa negoisasi harga wajib dilakukan muncul dari sini.
Yakni, dokumen negoisasi (baik harga maupun layanan tehnis pendukung) pada belanja katalog wajib dicatatkan dan dicantumkan.
Pada huruf (f), misalnya. Satu kalimat penegas muncul, bahwa negoisasi layanan tehnis pendukung sebagaimana dimaksud pada huruf (d) dicantumkan pada aplikasi katalog elektronik serta dicantumkan pada surat pesanan.
Sedang huruf (h) menegaskan, proses negoisasi harga dan layanan tehnis pendukung yang dilakukan Pejabat Pembuat Komitmen/Pejabat Pengadaan dicatatkan melalui fitur negoisasi pada aplikasi katalog elektronik.
Selain wajib dilakukan, sambungnya, aspek negoisasi juga harus bernilai kepastian hukum bahwa harga satuan barang dan jasa yang dipatok tidak terjadi kemahalan.
Dengan demikian, tegasnya, penggunaan uang negara dapat berlangsung efektif dan terhindar dari resiko kerugian negara sebagaimana prinsip dasar pengadaan barang dan jasa Pemerintah.
Maka pertanyaannya, tegas pegiat LSM, kenapa harga kontrak kelima paket permakanan dan pengadaan beras sama persis dengan besaran pagu? Benarkah negoisasi harga sudah dilakukan? (Dre)
Editor : suarapublik