Surabaya (Suara Publik) - Gelar sidang perkara dugaan pemerasan dan tindak pidana pencucian uang yang menjerat terdakwa Djarwo Surjanto dan Mieke Yolanda, kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (14/4/2017). Agenda sidang kali ini, ialah pemeriksaan saksi dari jaksa,
Di hadapan ketua Majelis Hakim yang di ketuai oleh Maxi Sigarlaki, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan enam saksi, masing-masing dua anggota Polri yakni Farouk Haiti dan Marudut Hutadaeng, Edi Waluyo pengguna jasa EMKL, pengusaha importir Shidqi Taufik Abdullah serta Faisal Yanuar Efendi pengusaha importir, dan Elisa Purnawati petugas Balai Karantina Surabaya.
Saksi Marudut Hutadaeng yang pertama dimintai kesaksiannya mengatakan bahwa PT Akara Multi Kreasi (AMK) tidak berhak melakukan kegiatan di Terminal Peti Kemas Surabaya (TPS). Sehingga transaksi yang dilakukan dikategorikan sebagai pungli atau pemerasan.
"PT Akara hanya penyewa lahan dari Pelindo 3. Karena itu biaya penarikan yang dilakukan PT Akara untuk bongkar muat, membuka pintu peti kemas dan jasa layanan pendukung lainnya adalah pungli," urai Marudut.
Terkait dakwaan aliran uang, saksi mengaku mendapatkan informasi berdasarkan pengakuan tersangka Agusto bahwa terdakwa Mieke Yolanda membawa ATM atas nama Agusto.
"ATM Mandiri atas nama Agusto disimpan dan dipakai oleh Mieke Yolanda," katanya. Namun JPU menunjukkan buku rekening dan ATM BCA bukan Mandiri.
Saat majelis bertanya apakah saksi mengetahui uang yang ada di dalam rekening tersebut dibelanjakan di mana dan berapa kali, saksi menjawab tidak tahu.
"Saya tidak tahu pasti berapa kali dipakai belanja, saya hanya ingat dua kali," ungkapnya.
Sudiman Sidabuke, penasehat Hukum Djarwo Surjanto mengatakan, bahwa saksi yang dihadirkan JPU adalah saksi penangkap, bukan saksi fakta.
"Padahal yang dibutuhkan di pengadilan adalah fakta untuk pembuktikan," ungkapnya. Sudiman juga mengatakan bahwa semua keterangan yang disampailan saksi belum membuktikan adanya pemerasan.
"Artinya, dakwaan pertama mengenai pemerasan belum terbukti. Klien kami sejak awal menyatakan itu tidak pernah terjadi," kata dia. Pihaknya akan menunggu kesaksian dari saksi fakta yang akan dihadirkan di persidangan berikutnya untuk membuktikan adanya pemerasan sebagaimana yang didakwakan JPU.
Sementara saksi lainnya dari Polri, Farouq Haiti lebih banyak memberikan kesaksian perihal proses awal mula masuknya laporan dugaan pemerasan oleh PT Akara sampai diterbitkannya SPDP disertai penetapan tersangka....(Mul).
Editor : suara-publik.com