suara-publik.com skyscraper
suara-publik.com skyscraper

Ormas Korak Desak, Pecat PNS Berstatus Terpidana Korupsi.

avatar suara-publik.com
Foto: Ketua Umum Ormas Korak Parlindungan Sitorus SH.
Foto: Ketua Umum Ormas Korak Parlindungan Sitorus SH.
suara-publik.com leaderboard

SURABAYA, suara-publik.com – Dewan Pimpinan Pusat Organisasi Masyarakat Komunitas Rakyat Anti Korupsi (ORMAS KORAK) mendesak Badan Kepegawaian Negara (BKN) agar memecat Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berstatus terpidana korupsi.

Pasalnya, data yang berhasil dihimpun ORMAS KORAK ada sebanyak 2.357 terpidana koruptor yang masih aktif berstatus pegawai negeri sipil. “PNS yang terbukti korupsi mestinya diberhentikan dengan tidak hormat. Hal ini, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Peraturan Disiplin PNS," kata Ketua Umum ORMAS KORAK Parlindungan Sitorus,SH.

Hal itu disampaikan Parlin sapaan akrab Parlindungan Sitorus,SH menyikapi data yang diungkapkan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana dalam jumpa pers bersama KPK. Data BKN menunjukkan, sebanyak 2.357 koruptor masih berstatus PNS. Padahal, perkara mereka sudah berkekuatan hukum tetap.

Data tersebut diperoleh BKN dari penelusuran data di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM. Sementara itu, sebanyak 317 koruptor lainnya sudah diberhentikan secara tidak hormat sebagai PNS setelah perkara mereka berkekuatan hukum tetap.

Parlin menilai, bila PNS yang terbukti korupsi yang telah diputus maka harus dipecat dengan tidak hormat, sehingga menimbulkan efek jera. Selain itu, ada kelalaian administratif dan pelanggaran undang-undang yang berpotensi menimbulkan kerugian negara.

"Kondisi ini menunjukkan tidak optimalnya pemberantasan korupsi karena upaya penegakan hukum yang sudah berjalan menjadi tidak menimbulkan efek jera," tegasnya.

Pria berprofesi Advokat ini berharap, pencegahan korupsi pada aspek reformasi birokrasi berjalan dengan maksimal. Hal ini sesuai dengan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi yang telah dicanangkan Presiden Jokowi melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia No.25 Tahun 2018.

Untuk diketahui, temuan tersebut berawal pada upaya BKN melaksanakan pendataan ulang pegawai negeri sipil (PUPNS) tahun 2015 untuk mendapatkan data akurat, terintegrasi untuk mendukung pengelolaan dan pengembangan sistem informasi kepegawaian.

Dari penelusuran di PUPNS, ada sekitar 97.000 PNS yang tidak mengisi PUPNS tersebut. Setelah dilakukan penelusuran, mereka yang tidak mengisi PUPNS disebabkan berbagai hal, salah satunya terkait tindak pidana korupsi. Kemudian, untuk menekan potensi kerugian negara terkait hal ini, BKN memblokir data PNS pada data kepegawaian nasional.

Selain itu, BKN juga terus melanjutkan verifikasi dan validasi data yang telah ada ataupun pada data-data baru nanti bersama instansi-instansi lainnya. (rbt)

Editor : Redaksi

suara-publik.com skyscraper