Laporan: Redaksi.
SURABAYA, suara-publik.com - ORMAS KORAK Salah satu ucapan Jenderal sekaligus Kaisar Perancis yang paling terkenal, Napoleon Bonaparte adalah “The world suffers a lot. Not because of the violence of bad people but because the silence of good people”. Yang artinya, dunia sudah banyak menderita bukan karena tindakan dari orang-orang jahat, melainkan karena orang-orang baik yang hanya diam.
Berpedoman atas seruan tersebut, Organisasi Masyarakat Komunitas Rakyat Anti Korupsi (ORMAS KORAK) dengan menggunakan hak Legal Standing mengugat Pejabat Pembuatan Komitmen (PPK) Sungai Pantai IV Kabupaten Lumajang beralamat di Jl. Brigjen Slamet Riyadi No.63, Lumajang dan Direktur Utama PT. Wijaya Karya (Perero) beralamat di Jl. D.I. Panjaitan Kav.9-10 Jakarta Timur.
Pasalnya, proyek tersebut kuat dugaan dimark up. Dugaan ini dikuatkan, terbukti proyek pengendali Banjir Kali Kedung Larangan Kab. Pasuruan dan Sidoarjo yang sebelumnya nilai kontrak Rp.196.659.597.000,- (sesuai dalam LPSE), berubah menjadi Rp.182.656.597.000,-(ada pengurangan,red).
Ketua Umum ORMAS KORAK Parlindungan Sitorus,SH telah menyiapkan 10 Orang Advokat bertindak sebagai Kuasa Hukum mewakili ORMAS KORAK untuk mengajukan Gugatan Legal Standing kepada PPK dan Pelaksana Proyek tersebut. Menurutnya, berdasarkan Anggaran Dasar yang dituangkan dalam akta perdirian Perkumpulan ORMAS KORAK tanggal 25 Juli 2016 Pasal 6 ayat (f ) menyebutkan salah satu tujuan ORMAS KORAK adalah “Membebaskan Negara dari korupsi dalam rangka mewujudkan Negara Indonesia yang bebas dan anti korupsi”.
“ORMAS KORAK memiliki kegiatan dan program sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat ( e ) yakni, Berpartisipasi dan ikut mengambil bagian sebagai pelapor dan penggerak tindak pidana pemberantasan korupsi untuk mewujudkan bangsa yang anti korupsi,” Kata Ketua Umum ORMAS KORAK Parlindungan Sitorus, SH kepada wartawan (2/10).
Parlin menerangkan, peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi juga dipertegas dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2000 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. “Berdasarkan peraturan dan anggaran dasar tersebut maka sangatlah dibutuhkan partisifasi aktif masyarakat yang bertangung jawab terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sehinga, ORMAS KORAK memiliki Legal Standing mewakili masyarakat sebagai PENGGUGAT dalam upaya pencegahan kerugian keuangan Negara akibat dari ‘praktek’ penyimpangan dan tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan PPK dan Pelaksana Proyek tersebut,” tegas Parlin.
Lebih lanjut Parlin menjelaskan, yang menjadi objek gugatan aquo adalah perbuatan PPK dan pelaksana proyek, yang patut diduga melakukan penyimpangan yang dapat mengakibatkan kerugian keuangan Negara atas pelaksanaan proyek. “Perlu diketahui, pembangunan pengendali banjir sistem Kali Kedunglarangan di Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Sidoarjo (MYC) dengan nilai pagu Rp.207.365.235.000,- dan nilai HPS (Harga Perkiraan Sendiri) Rp. Rp.207.365.235.000,- dinilai sangat fantastis dan besar sekali.
Sementera yang dikerjakan hanya menguruk sungai sepanjang lebih kurang 7 kilo meter,” ungkapnya.
Terlebih dalam pelaksaanan lelang kuat dugaan telah diatur (pengkondisian) sehingga yang menawar hanya perusahaan plat merah. Terlihat, dari sejak perencanaan anggaran yang nilainya fantastis hingga masuknya berkas lelang ke ULP melalui Pokja yang ditunjuk, terkesan semua sudah terkondisikan kepada calon pemenang yang ditunjuk oleh pihak Dinas. “Sehingga Tim Pengawal Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D) Kejati Jatim hanya mengawal secara prosedurnya saja. Ini dimungkinkan celah kolusi terbuka lebar dan dapat dijadikan indikator awal terjadinya tindak pidana korupsi, “ujarnya.
Parlin menyampaikan, akan segera melakukan kordinasi kepada TP4D Kejati Jatim dan meminta agar pelaksanaan pekerjaan proyek tersebut dihentikan. Sebab, tugas dan fungsi TP4D yaitu, melakukan pengawalan, pengamanan dan mendukung keberhasilan pemerintah dan pembangunan melalui upaya-upaya pencegahan persuasif dan preventif, memberikan penerangan hukum di lingkungan instansi pemerintah, mulai dari aspek perencanaan, proses pengadaan barang dan jasa, pelaksanaan dan pengawasan pekerjaan, agar berjalan secara tertib administrasi dan tertib pengelolaan keuangan.
“Proyek itu terkesan tanpa ada pengawasan dari Tim TP4D Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Ada indikasi Mark up niai HPS dimana dengan Volume 7 KM dengan nilai HPS sebesar Rp.207.365.235.000. Pada hal hanya, pekerjaan pengerukan lumpur/sedimen. Sungguh nilai yang fantastis bukan?,” tandasnya. (TIM)
Editor : Redaksi