SURABAYA, Suara Publik.com - Kembali Pengadilan Negeri Surabaya menggelar sidang gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH), antara tiga orang ahli waris dari almarhum Elisa Irawati yakni Utjang Kayanto, Elina Widjajanti dan Lusiana Sintawati selaku Penggugat dan Hermina Sutanto selaku Tergugat kembali berlanjut.
Pada persidangan yang digelar di ruang Sari 3 Pengadilan Negeri Surabaya ini, masing masing pihak diwakili oleh tim kuasa hukumnya dalam menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan saksi. (20/11/2019).
Ketua tim kuasa hukum penggugat, Wellem Mintarja, menghadirkan dua saksi fakta yang mengetahui tentang riwayat dari obyek sengketa berupa tanah seluas 5 ribu m² di desa Dungus kecamatan Cerme Kabupaten Gresik tersebut, mereka yakni Sujono dan Iwan Effendy.
Ungkap saksi Sujono, saat memberikan keterangan dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Eddy Soeprayitno mengatakan, bahwa dirinya sangat mengetahui riwayat tanah tersebut, tanah itu adalah milik ibu Elisa. Karena pada saat jual beli, dirinya turut tanda tangan di dalam surat perjanjian jual beli dimana dirinya bertindak sebagai saksi.
"Awalnya tanah itu milik Suwardi berupa petok D. Kemudian dibeli oleh bu Hermina. Waktu saya kasih tahu ada pengurusan sertifikat massal, bu Hermina menyetujui dan saya yang mengurusnya. Kemudian bu Hermina minta tolong untuk mencarikan pembeli karena tanahnya mau di jual. Akhirnya tanah tersebut di beli oleh bu Elisa," beber Sujono.
Namun keterangan Sujono mendapat perlawanan dari tim kuasa hukum tergugat yang menanyakan terkait apakah saksi tahu kalau Elisa memberikan uang sejumlah Rp. 170 juta kepada Hermina." Saya tidak tahu. Yang saya tahu adalah perjanjian jual beli tanah sawah antara Elisa dan Hermina dan saya di minta sebagai saksi," kata Sujono.
Warga Cerme tersebut kemudian menambahkan bahwa dirinya sangat mengenal Elisa. Karena tanah miliknya berdampingan dengan tanah milik Elisa. Pada saat Elisa menyewakan tanah tersebut, Sujono mengaku dirinyalah yang mengurus semuanya.
"Selama disewakan bu Hermina tidak pernah komplain (protes)," ucap Sujono.
Ketika giliran saksi Iwan Effendy diperiksa, suasana menjadi sedikit tegang karena saksi memberikan keterangan dengan menggebu gebu dan terkesan terlalu bersemangat dalam memberikan keterangan, Iwan mengaku juga tahu persis riwayat tanah tersebut.
"Pada saat itu bu Elisabet meminta tolong kepada saya untuk menjualkan tanahnya, saat beliau sebelum sakit. Waktu menawarkan tanah tersebut saya dibekali, surat perjanjian jual beli dan sertifikat asli, serta kwitansi pembelian," ungkap Iwan.
Masih menurut Iwan, bahwa bu Elisa menjual tanah tersebut dikarenakan obyek tersebut terlalu jauh dan tidak sempat untuk mengunjunginya. Jadi bu Elisa memutuskan untuk menjual tanah itu dengan bantuan saya. "Mungkin karena jauh. Karena Bu Elisa bertempat tinggal di jalan Tengger sedangkan lokasi tanahnya ada di Cerme," katanya.
Lebih lanjut, Iwan mengatakan kenal dengan Elisa sejak tahun 2010. Awal perkenalan itu ketika Elisa membeli sebagian tanah milik Iwan di daerah jalan Dukuh Kuwukan Surabaya. Ketika ditanya oleh kuasa hukum tergugat apakah Iwan tinggal serumah dengan para penggugat, dengan tenang Iwan menjawab tidak.
"Saudara-saudara Elisa memang sering datang ke rumah di Dukuh Kuwukan bahkan tinggal disana. Saya tidak bisa menolak karena tidak ada hak untuk melarangnya karena rumah tersebut adalah hak milik bu Elisa ," jelas Iwan.
Hal menarik diceritakan saat Iwan menjenguk Elisa yang sedang sakit di rumah sakit RKZ. Iwan dengan berapi api mengatakan bahwa Elisa sempat menginginkan meningkatkan surat jual beli tanah tersebut ke akta jual beli dan itu disampaikan kepada Hermina. "Waktu itu di rumah sakit saat njenguk, Elisa memberitahu ke Hermina bahwa akan ada notaris mendatangi Hermina untuk balik nama sertifikat.
Hermina jawab, ah tante lagi sakit kok malah ngomongin surat tanah. Itu kata dia (Hermina)," kata Iwan.
Bahkan, Iwan hingga bersumpah serapah dia mendengar sendiri apa yang dikatakan oleh Hermina. "Sumpah pak Hakim. Saya dengar sendiri dia yang ngomong itu. Saya waktu itu ada di balik tirai kamar pasien waktu dengarnya," pungkas Iwan.
Usai persidangan, Wellem Mintarja, saat ditemui media menyampaikan bahwa perkara ini terkait jual beli tanah antara almarhum Elisa Irawati dan keponakannya Hermina (tergugat). "Tepatnya pada tahun 1999 terjadinya jual beli antara almarhum dan tergugat. Dan selama 20 tahun itu kami sudah menguasai obyek tersebut, baik tanah dan surat suratnya (kertas segel perjanjian jual beli, kwitansi dan sertifikat asli)," ucap Wellem.
Menurut Wellem, kliennya sudah pernah mengajukan permintaan dengan baik baik kepada tergugat, akan meningkatkan status jual beli. Akan tetapi tergugat malah melaporkan kliennya. "Klien kami minta baik baik. Lha kok malah dilaporkan atas dugaan pemalsuan tanda tangan. Padahal selama 20 tahun kami kuasai, tergugat tidak pernah sekalipun komplain.
Tahu tahu September 2019 malah dilaporkan. Kami menduga tergugat mempunyai itikad yang kurang baik," tandas Wellem....(Stev).
Editor : Redaksi