Sidang kali ini JPU Herlambang Adhi Nugroho dari Kejari Tanjung Perak menghadirkan empat orang saksi, yaitu saksi Heru Widada,MM, Direktur Poltekpel Surabaya, saksi Ferry Budi Wakil Direktur 3 Kesiswaan, saksi Heriyana Pengasuh Taruna dari TNI AL yang diperbantukan di Poltekpel dan saksi Daffa Adiwidya Ariska Taruna Poltekpel.
Saksi Heru Widada sebagai PNS yang menjabat Direktur di Poltekpel, mengatakan, kalau dirinya mulai menjabat di bulan Agustus 2022 sampai sekarang, "awalnya saya mendapat laporan dari Wadir 3 pak Franky, ada taruna yang meninggal ada di RS.Haji Sukolilo, sekitar jam 22.00-23.00 wib, selanjutnyabsaya melakukan koordinasi dengan pihak.managemen, menanyakan meninggalnya karena apa?, dan saya suruh untuk.menghubungi orangtuanya, dan segera cepat untuk ditangani terlebih dahulu, dan selanjutnya peristiwa tersebut dilaporkan ke Polsek Gunung Anyar" terang saksi, diruang Cakra Kamis (15/06).
"Saya tau kejadian tersebut pada tanggal 5 pebruari 2023, setelah ada re konstruksi, kepastiannya belum tau, meninggal di kamar mandi karena terpeleset informasi dari Poktekpel.Dan pada saat pemakaman saya bertemu dengan om nya Almarhum, pak Yani ayahnya dan neneknya," tambah saksi.
Menurut saksi, sangsi atau hukuman untuk taruna hanya pengasuh yang boleh melakukan, karena sudah tertuang pada Pertita,
Misal kesalahan yang dilakukan merokok, tidak masuk sekolah dalam beberapa hari, itupun hanya pengasuh yang boleh menghukum dan memberi sangsi kepada taruna tersebut.Maka menurut aturannya komandan regu atau senior menghukum yuniornya tidak boleh, karena sudah ada pengasuh taruna yang berjumlah 11 orang yang juga didampingi staf resimen yang boleh menghukum atau memberikan sangsi.
Disinggung pernah ada kejadian seorang taruna ada yang meninggal beberapa bulan lalu, saksi mengatakan kalau dirinya baru menjabat belum satu tahun yaitu baru pada bulan Agustus 2022.
Korban M.Rio adalah taruna tingkat I (siswa baru), melakukan pengenalan pada kampus, dan kegiatan tersebut telah diatur dari Jakarta, dengan program yang telah terjadwal, dan sebagai pembetukan karakter para taruna baru akan dibimbing oleh anggota Marinir atau AU untuk pembetukan karakter, peloncoan di Poktekpel dikatakan saksi tidak ada hanya sebatas pengenalan kampus.
Selanjutnya saksi Ferry Budi sebagai wakil direktur 3 kesiswaan, yang kesehariannya membantu pembinaan taruna mengatakan,
"Saatbitu saya dirumah dapat laporan dari anak buah saya kalau ada taruna yang meninggal dunia dan ada di RS.Haji Sukolilo, lalu saya laporkan kepada bapak direktur, dan saya ke kampus untuk.mengecek kebenarannya.di kampus ketemu perwira jaga, waktu itu Alpard mengatakan ada taruna yang terpeleset di kamar mandi, saat keluar dari kamar mandi papasan dengan almarhum, terdengar ' gedubrak ' Alpard masuk lagi ternyata almarhum sudah tergelatak," jelas saksi.
"Saya tau kejadian yang sebenarnya pada saat re konstruksi, pada saat saya dipemakaman, saya mengetahui kalau penyidik sudah membawa 1 taruna.Mengenai CCTV di kampus saya hanya melihat sekilas saja, siswa yang terlihat di CCTV tidak pernah saya panggil, karena kita sudah bekerja sama.dengan Polsek Gunung Anyar, jadi langsung kita laporkan dan ditangani oleh Polsek." tambah saksi.
Terhadap keterangan saksi, terdakwa Alpard Jales mengatakan, "sebelum kasus saya, telah ada peristiwa pemukulan di kamar mandi" katanya.
Saksi Heriyana sebagai Pengasuh Taruna yang juga sebagai seorang TNI AL yang diperbantukan sebagai pengasuh dan PembinaTaruna di Poltekpel." Kami tau ada info pemukulan saat kami berada di lapangan akan melakukan apel malam, kami sebagai pengasuh ada 11 orang dengan pengasuh Taruni juga, dari siswa yang berjumlah 900 siswa, setelah mendapatkan info tersebut, saya ke kamar mandi melihat korban mulutnya keluar darah yang sudah kering, diinformasikan ada dibelakang, kami pastikan saya ke belakang memang ada korban tapi sudah di lorong, korban tergeletak ditidurkan ditangga paling atas dikerumuni teman- temannya, saya memberi bantuan dengan memanggil ambulance kampus, selanjutnya korban diserahkan ke tim medis, dibawa ke Poliklinik Poltekpel." terang saksi.
Daffa Adiwidya Ariska yang mendapatkan giliran terakhir sebagai saksi, Saat itu sempat melihat beberapa temannya keluar dari sekolah, termasuk adik-adik kelasnya. Seketika, ia ikuti dan mengejar.Ia mengira, teman-temannya, termasuk terdakwa Jales Alphard menuju selasar. Namun, justru menuju kamar mandi dan belakangan diketahui ternyata disuruh Alphard dengan alasan tidak membawa buku saku.
Daffa keluar dan mengikuti hingga ke kamar mandi. Di sana lah, Daffa mengaku sudah melihat korban, Rio Ferdinand Anwar sudah berada di dalam.
"Sebelum saya masuk, korban masuk, selang beberapa saat terjadi percakapan," imbuh dia.
Meski begitu, Daffa mengaku tak sempat mengecek kesalahan Rio. Namun, ia penasaran mengapa Rio dibawa keluar oleh Alphard.
Bahkan, ketika Alphard menganiaya Rio, ia mengaku tak tahu menahu detail perkara keduanya. "Di kamar mandi ada korban, Alphard, dan saya. Tapi, saya masuknya belakangan. Saya tidak tahu percakapan Alphard dengan korban, saya di belakang Alphard, seperti yang terjadi di rekonstruksi," tuturnya.
Daffa mengaku tidak tahu menahu perihal penganiayaan itu, tidak mendengar tentang percakapan antara keduanya, "Saat itu saya kaget terdakwa memukul korban di bagian dada atau di ulu hati, ketika terdakwa hendak memukul yang kedua kalinya, saya mengatakan 'sepisan ae'.
"Saya sempat bilang 'Sepisan ae' (sekali saja), agar tidak dipukul lagi, tapi diabaikan hingga ada pemukulan kedua. Korban setelah itu disuruh pergi. Lalu saya bertanya 'Korban gak apa-apa ta, Dik?' Karena, kepala (korban) menatap tembok dan yang inisiatif menolong itu saya," tuturnya.
Daffa mengenal korban Rio sebagai anak yang baik. Bahkan, dianggap tidak melanggar peraturan dan ia heran mengapa sampai dipukul oleh Alphard.
Selanjutnya korban Rio keluar dan terpeleset hingga terjatuh dengan kondisi badan miring, disitu Daffa memberikan bantuan pertolongan pertama seperti memompa dada korban yang sudah terjatuh dengan keadaan miring dan mulut keluar darah serta bernafas tidak normal atau setengah pingsan.
"Pukulan pertama saya kaget dan syok, karena pertama kali ada pemukulan di Poltekpel,Terdakwa melakukan pemukulan dua kali ke korban di ulu hati atau bagian dada. Setelah kembali jatuh dan tengkurap miring dan disitu Alpard ikut terdiam, korban keluar darah dimulutnya, dan nafas tersengal atau setengah pingsan. Lalu saya memberikan pertolongan kepada korban," ucapnya.
"Setelah itu ada tim medis, saya sama senior disuruh mengikuti apel, kemudian paginya saya beritahukan kepada perwira kalau, Rio itu dipukul oleh Alpard, awalnya terdakwa memgatakan kalau korban terpelesat di kamar mandi, Namun setelah diperiksa pihak kepolisian terdakwa baru mengaku kalau telah memukul korban.
Atas keterangan saksi Daffa, terdakwa Alpard Jales membenarkannya. Iya benar Yang Mulia," katanya.
Perbuatan terdakwa Alpard Jales Poyono, sebagaimana diatur dan diancam dengan Pasal 353 ayat (3) jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan Pasal 351 ayat 2 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dengan ancaman 9 tahun penjara.
Peristiwa penganiayaan terjadi pada hari Minggu 5 Februari 2023 pukul 19.30 Wib di kamar mandi Politeknik Pelayaran Gunung Anyar Surabaya, terdakwa Aplard Jales Poyono melakukan tindak pidana Penganiayaan yang direncanakan terlebih dahulu yang menyebabkan kematian.(Sam)
Editor : Redaksi