suara-publik.com skyscraper
suara-publik.com skyscraper

Status Tahanan Rumah, Meski Langgar KUHAP, PN Surabaya Biarkan Terdakwa Bimo Wahyu Wardjojo Keluyuran

avatar suara-publik.com
foto : Terdakwa Bimo Wahyu Wardjojo status tahanan rumah, menjalani sidang dan 3 orang saksi di persidangan, dari kiri : Henny Setiawan (korban juga pelapor), Mutrofin dan Henny Nurmansyah, Selasa, (10/10/2023)
foto : Terdakwa Bimo Wahyu Wardjojo status tahanan rumah, menjalani sidang dan 3 orang saksi di persidangan, dari kiri : Henny Setiawan (korban juga pelapor), Mutrofin dan Henny Nurmansyah, Selasa, (10/10/2023)
Dirgahayu RI ke 79 SMKS Ketintang

SURABAYA, (suarapublik.com) - Pengadilan Negeri Surabaya tidak merubah status tahanan rumah, Bimo Wahyu Wardjojo menjadi tahanan rutan. Padahal, Ketua Pengawas Yayasan Yatim Mandiri (YYM) itu keluar rumah menghadiri kegiatan tanpa seijin majelis hakim. Hal tersebut terungkap dalam sidang lanjutan kasus penggelapan, pengerusakan dan perbuatan tidak menyenangkan, dimana Bimo Wahyu Wardjojo sebagai terdakwa. 

Ketua Majelis Hakim Sudar sebelum menutup persidangan menegaskan bahwa Bimo telah melanggar KUHAP. Hal itu menanggapi bukti dari korban bahwa Bimo menghadiri kegiatan di luar rumah. "Di dalam Pasal 22 KUHAP, dijelaskan bahwa tersangka boleh keluar rumah apabila mendapat ijin dari penyidik, jaksa atau hakim yang memberikan perintah penahanan. Kalau dilanggar ya ditahan di rutan. Ini amanah undang-undang bukan kata saya," tegas Hakim Sudar, Selasa (10/10/2023).Namun sayangnya, penegasan tersebut ternyata tidak dibarengi dengan perintah bahwa Bimo harus ditahan di rutan oleh majelis hakim. 

Pada agenda persidangan kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nurhayati dan Duta Mellia dari Kejari Surabaya menghadirkan tiga orang saksi. Mereka adalah Henny Setiawan (korban juga pelapor), Mutrofin dan Henny Nurmansyah. Saat diperiksa, Henny menerangkan bahwa perkara ini terkait perusakan dan penggelapan Surat Keputusan (SK) oleh terdakwa Bimo. "Saya mendapat SK tersebut dari Ketua Pengurus Yayasan Pak Mutrofin. Untuk membantu penyaluran barang program berupa sosis ke Sidoarjo," terang Henny. 

Kemudian, Henny, melakukan pengambilan barang tersebut berdasarkan permintaan dari Yayasan Yatim Mandiri (YYM) cabang Sidoarjo. Namun, usai mengambil barang tersebut, terdakwa datang dan menghadang di pintu keluar."Terdakwa datang itu langsung parkir didepan pintu keluar otomatis mobil barang tidak bisa keluar. Lalu saya didatangi terdakwa dan menanyakan dasar saya mengambil barang tersebut," bebernya. 

Lebih lanjut Henny mengaku memberikan dua buah SK yaitu tentang pengunduran diri Imam Fahrudin sebagai direktur operasional dan pengangkatan dirinya sebagai Plt Direktur Operasional. "Tiba-tiba dengan emosi terdakwa merobek dan meremas-remas SK itu. Lalu, saya ditunjuk-tunjuk (sambil memperagakan menunjuk keningnya)," katanya. Tak hanya itu, sambung Henny, terdakwa lalu membawa SK tersebut. Keesokan harinya, saat meminta SK tersebut melalui pengacaranya, ternyata Bimo tidak mau memberikan.

"Lebih dari dua bulan saya minta SK saya itu. Lantaran tidak diberikan. Lalu saya somasi. Tetapi, SK itu tak juga diberikan ke saya. Akhirnya saya laporkan ke polisi," imbuhnya. Saat ditanya hakim anggota Suswanti darimana mendapat SK tersebut hingga bisa ditunjukkan ke persidangan, Henny menjelaskan saat diminta oleh penyidik."Waktu itu diminta penyidik. Kalau tidak diberikan penyidik akan melakukan penggeledahan. Akhirnya diberikan oleh terdakwa," ucapnya. 

Di tengah persidangan, untuk menguatkan dakwaannya, JPU Nurhayati menunjukkan kepada majelis hakim bukti rekaman CCTV saat Bimo merobek SK tersebut. Saat dilihat oleh terdakwa, dia pun langsung membenarkannya. "Benar yang mulia," ujar Bimo. Sementara itu, saat ditanya oleh salah satu tim penasihat hukum terdakwa terkait apakah korban tahu jika kondisi kepengurusan YYM sedang bermasalah, Henny mengaku mengetahuinya. "Iya, saya tahu. Dan menurut saya kepengurusan dibawah Pak Mutrofin tidak ada masalah. Sesuai dan prosedural," jawab Henny. 

Dirgahayu RI CV Multi Karya

Sedangkan terkait surat jalan untuk pengambilan barang, Henny mengaku hal tersebut tidak lazim dilembaganya. "Itu tidak lazim di lembaga kami. Jika ada permintaan dari cabang berupa barang program atau barang kebutuhan kantor ya itu nanti yang kita salurkan. Dan itu semua tercatat," jelasnya. Saksi berikutnya secara bersamaan, yakni saksi Mutrofin dan Henny Nurmansyah. 

Mutrofin menerangkan, kalau dirinya sampai sekarang masih sebagai ketua pengurus dari tahun 2020 sampai 2025." Saya ketua pengurus dari tahun 2020 - 2025, sampai saat ini belum pernah diberhentikan, saat itu Pak Henny sebagai direktur saya angkat sebagai plt direktur Operasional menggantikan pak Imam Fahrudin yang mengundurkan diri, kalau perusakan surat SK saya tidak tahu, tapi saat saya memberikan SK ke pak Henny dalam keadaan bagus kertas itu, Surat SK itu rangkap berapa bagian admin yang tahu, yang jelas saya buat surat SK itu hanya satu kali," Terang saksi Mutrofin.

Untuk saksi Henny Nurmansyah, atas peristiwa tersebut tidak tahu, karena saksi saat itu berada di NTT, namun dikatakannya prosedur keluar barang program memang Sidoarjo belum terjadwal, saksi tahunya di akhir, di Sidoarjo ada dua cabang. Usai sidang, Rama Adam, salah satu pengacara terdakwa ketika diminta tanggapannya terkait kasus ini menyampaikan bahwa apa yang dilakukan oleh Bimo tidak masalah. "Masih sesuai koridor," singkatnya sambil berlalu pergi. 

Terpisah, Humas PN Surabaya, Agung Pranata, ketika dikonfirmasi terkait status tahanan rumah yang dilanggar terdakwa dan tidak ada penetapan penahanan rutan mengatakan akan dipertimbangkan."Dipertimbangkan dulu pak. Tahanan rumah kan termasuk jenis penahanan juga," katanya. Saat disinggung penegasan hakim bahwa terdakwa melanggar, hingga berita ini tayang Agung belum merespon. (sam)

Editor : Redaksi

suara-publik.com skyscraper