Laporan : Edo
SITUBONDO (Suara Publik.Com) - Pembangunan proyek perumahan yang berkembang pesat di Situbondo Jawa Timur (Jatim) membuat Pemerintah Daerah terkesan melakukan pembiaran lahan produksi beralih fungsi menjadi perumahan, sehingga diduga kuat melanggar Perda Tata Ruang Tata Wilayah (RTRW).
Beberapa kalangan meyanyangkan sikap Pemkab Situbondo yang terkesan tutup mata. Meskipun mengeluarkan imbauan agar dalam setiap pelaksanaan proyeknya, para pengembang perumahan memperhatikan Perda tentang Tata Ruang dan Tata Wilayah (RTRW).
Namun faktanya Pemkab Situbondo tidak tegas dalam melaksanakan aturan yang dibuat sendiri, sehingga alih fungsi lahan produktif masih kerao terjadi.
Dosen Universitas Abdurrahman Saleh Situbondo, Drs.Hadi Wiyono ST. MM, mengatakan, lahan produktif itu seperti sawah yang dipakai perumahan dan pabrik, itu harus ada gantinya atau dilarang oleh pemerintah setempat, agar supaya sawah itu tiap tahun tidak semakin berkurang.
Untuk dibangun, kata Hadi Wiyono mestinya harus merubah dari S ke D, dan itu sebagai dasar untuk menerbitkan IMB (Izin Mendirikan Bangunan), Namun hal ini banyak keluhan dari masyarakat, karena banyak lahan pangan produktif beralih fungsi menjadi perumahan. "Kondisi ini sangat dikhawatirkan, dan akan mengancam swasembada pangan di Kabupaten Situbondo, "katanya.
Menurutnya, beberapa tahun terakhir ini, usaha property perumahan di Situbondo sangat berkembang pesat. Banyak lahan pertanian produktif kini beralih fungsi jadi perumahan, sehingga dinilai mengancam stabilitas ekonomi, terutama bidang pertanian.
"Sebetulnya pengurusan ijin IMB bisa dihadang agar tidak bisa dibangun, dan Bupati kan bisa menolak izin itu. Lebih baik dialihkan ke jalan tembus dibuatkan jalan lebar sehingga jadi kota baru agar tidak mengganggu sawah atau lahan -lahan yang produktif."tegasnya.
Sementara itu, sorotan juga datang dari Aktifis Situbondo Dafid, ia mengatakan bahwa selama ini alih fungsi masih tetap terjadi, para pengembang telah mengikis ribuan hektar lahan produktif seperti sawah. "Saya melihat Pemkab sendiri tidak ada ketegasan untuk menerapkan RTRW, sehingga para pengembang makin merajalela untuk melancarkan pembagunan dilahan produktif," ujarnya.
Dafid, mensinyalir ada sebuah penyelesaian diatas meja dari pengembang atupun investor ke dinas terkait, untuk melancarkan proses perijinannya. Buktinya, kata Dafid sampai kini pengembang masih asyiknya terus membangun perumahan di atas lahan produktif yang masih ada lingkungan perkotaan padahal aturan tata ruang sudah jelas. "Saya mensinyalir ada penyelesaian diatas meja secara tertutup antara pengembang dengan Dinas terkait," ungkap Dafid.
Terpisah Edy Wiyono, Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Situbondo, (Bapeda) menepis tudingan tentang proses perijinan di selesaikan di atas meja , Edi menganggap itu kabar tidak benar. Menurutnya, pemerintah pasti akan memberikan perlindungan pada lahan-lahan produktif pertanian. Perlindungan tersebut sudah tertuang melalui Perda Nomor 9 Tahun 2013, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah.
“Di dalam Perda tersebut sudah diatur zona kawasan. Lahan produktif pertanian tidak boleh beralih fungsi jadi perumahan, pembangunan pabrik maupun jenis usaha lainnya. Kalaupun saat ini masih ada, kemungkinan pelaksanaan pembangunannya sebelum pengesahan Perda RTRW dan soal ijin kepada investor bisa diselesaikan diatas meja itu tidak benar” jelasnya.
Edy menambahkan, Oemerintah akan melakukan pengawasan yang ketat terkait alih fungsi lahan di wilayah Situbondo. “Investor yang akan menanamkan modalnya di Situbondo, harus berkonsultasi terlebih dulu di Kantor Perijinan satu pintu.
Sebab, sebelum diberi ijin, investor pasti akan diarahkan ke Badan Koordinasi Penataan Ruang. Setiap investor yang memohon izin akan diarahkan ke lahan yang bukan untuk lahan produktif,"imbuhnya.
Editor : Redaksi