KEDIRI, (suara-publik.com.com) -- Penyakit Jantung Bawaan (PJB) terjadi pada 6 hingga 8 setiap 1000 kelahiran hidup. PJB menjadi salah satu kelainan kongenital yang paling sering dengan angka kematian hingga 25% pada tahun pertama kehidupan.
Guna mencegah angka kematian yang terjadi pada anak karena penyakit jantung bawaan (PJB), Divisi Kardio Anak RSUD Soetomo Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) bersama RSUD Kabupaten Kediri menggelar sosialisasi dan pelatihan deteksi dini penyakit jantung bawaan pada anak, Sabtu, (22/06/2024) lalu. Kegiatan sosial yang bersifat pengabdian kepada masyarakat ini patut diapresiasi.
Hadir dalam kegiatan ini ahli ekokardiografi dr Mahrus Rahman, SpA(k), dr Taufiq Hidayat Sp.A(k), dr Henry Sp.A, dan tim kardiologi anak FK Unair, dr Andri Kurnia Wahyudi Sp.A dokter Puskesmas jejaring rujukan, komite medik, dan lainnya.
Setelah seminar kegiatan dilanjutkan dengan pemeriksaan menggunakan pulse oximetry dan ekokardiografi di Kediri Jawa Timur.
Materi berupa deteksi dini, diagnosis, dan tata laksana PJB. Pemeriksaan dilakukan oleh konsultan kardiologi anak. Pre-test dan Post-test dilakukan untuk mengevaluasi tingkat pengetahuan tenaga medis.
Kegiatan yang diikuti 100 peserta yakni, dokter spesialis, dokter umum bidan dan perawat. Didapatkan rata-rata nilai pre-test adalah 58,57/100 dengan 7 peserta mendapatkan nilai sempurna. Pada akhir pelatihan, rata-rata nilai post-test adalah 72,06/100 dengan 25 peserta mendapatkan nilai sempurna.
Sebanyak 27 anak diperiksa dengan pemeriksaan ekokardiografi. 20 anak didiagnosis PJB asianotik, 2 anak didiagnosis PJB sianotik dan 5 anak normal. Pada pemeriksaan pulse oxymetri, seluruh bayi memiliki saturasi oksigen 95% atau lebih dan tidak terdapat perbedaan lebih dari 3% antara lokasi pra dan post ductal.
"Pelatihan yaitu edukasi berupa seminar dan pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan tenaga medis tentang deteksi dini PJB pada anak," ungkap DR. dr. Mahrus Abdur Rahman Sp.A
DR. dr. Mahrus menerangkan, bahwa penyakit jantung bawaan (PJB) adalah kelainan struktural pada jantung atau pembuluh darah besar yang terjadi sejak lahir akibat gangguan dalam pembentukan dan perkembangan jantung selama fase embriogenesis.
"PJB merupakan kelainan kongenital yang paling sering terdiagnosis pada bayi baru lahir. PJB terdiri atas beragam kelainan dan malformasi yang meliputi struktur jantung dan/atau pembuluh darah yang terbentuk sejak di dalam rahim ataupun ditemukan saat kelahiran yang menjadi perhatian klinis," terangnya.
Masih DR. dr. Mahrus, PJB merupakan salah satu kelainan kongenital yang paling sering ditemukan dengan prevalensi berkisar dari 3.7 hingga 17.5 setiap 1000 kelahiran hidup dan menyumbang sebesar 30%-45% dari seluruh kasus defek pada bayi baru lahir di dunia. Insiden terjadinya PJB di Amerika Serikat diperkirakan sebanyak 6 setiap 1000 kelahiran hidup pada bayi yang cukup bulan.
"Prevalensi bayi baru lahir dengan PJB dilaporkan tertinggi di Asia yaitu sebanyak 9.3 setiap 1000 kelahiran hidup dan terendah di Afrika yaitu 1.9 setiap 1000 kelahiran hidup. Di Indonesia, prevalensi PJB diperkirakan mencapai 7-8 kasus per 1.000 kelahiran hidup. Deteksi dini dan penanganan yang tepat sangat penting untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh PJB," bebernya.
Para tenaga kesehatan itu, terang dia, akan belajar cara mendeteksi dini penyakit jantung bawaan, terutama tanda-tanda komplikasinya dan waktu yang tepat untuk merujuk. Sehingga, mampu meminimalisir angka kematian dan kesakitan pada anak. “Kalau dirujuk sedini mungkin, dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas dari penyakit jantung bawaan pada anak,” ucapnya.
Staf pengajar divisi kardiologi anak FK Unair RSUD Dr Soetomo, Surabaya, dr Taufiq Hidayat SpA(k) mengatakan, angka kelahiran di Indonesia sekitar 5 juta per tahun. Dari jumlah itu, kasus PJB yang terdeteksi sebanyak 50 ribu per tahun. Sedang yang bisa dilakukan tindakan hanya sekitar 40 sampai 50 persen. “Kami berharap di RSUD Genteng ini bisa mendeteksi kasus PJB, khususnya PJB kritis pada bayi baru lahir,” harapnya.
Melalui kegiatan ini, jelas dia, dapat memilih dan memilah pasien yang perlu segera dirujuk dan dilakukan tindakan. Juga pasien yang masih bisa diberikan obat sambil menunggu tindakan di pusat jantung di Surabaya. “Kita akan akan terus mengontak RSUD Kabupaten Kediri untuk melakukan rujukan terhadap pasien yang membutuhkan tindakan. Baik tindakan segera atau direncanakan,” katanya seraya berharap kedepan dapat berkolaborasi dengan melakukan kegiatan yang lebih terstruktur dan berkesinambungan,” katanya. (Dre)
Editor : suarapublik